Kamis 30 May 2013 00:06 WIB

KPK: Mendesak Pembatasan Transaksi Tunai

Bambang Widjojanto
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Bambang Widjojanto

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto menyatakan bahwa pembatasan transaksi tunai kini tidak lagi penting, tetapi sudah merupakan kondisi yang mendesak.

"Ini urgen karena menjelang tahun politik 2014 biasanya perputaran transaksi tunai akan mengalami peningkatan," kata Bambang pada diskusi dan peluncuran buku "Membatasi Transaksi Tunai; Peluang dan Tantangan" di Jakarta, Rabu.

Menurut Bambang, menjelang tahun politik, biasanya banyak transaksi tunai yang menggunakan uang palsu dan peredarannya paling besar berada di luar Pulau Jawa.

"Kalau transaksi tunai dibatasi, tentu akan meminimalisasi peredaran uang palsu," ungkap dia.

Bambang menjelaskan bahwa transaksi tunai ini kemudian menjadi masalah yang salah satunya disebabkan oleh masalah yang berawal dari hulu satu organisasi yang dalam hal ini dicontohkan berupa partai politik.

"Salah satu problem hulu di partai adalah tidak punya sistem pengujian akuntabilitas keuangan partai," kata dia.

Dengan tidak memiliki sistem pengujian akuntabilitas keuangan yang baik, sementara biaya politik tinggi, Bambang menegaskan bahwa ini lalu berpotensi untuk menimbulkan penyalahgunaan wewenang karena sebagian besar pengurus partai di hilir adalah pemegang kekuasaan.

"Partai yang bermasalah keuangannya, maka kader-kadernya potensial menyalahgunakan kewenangannya serta terjerumus masuk pidana," ujar Bambang.

Oleh sebab itu, Bambang kemudian mengimbau adanya percepatan terhadap eksekusi pelaksanaan aturan pembatasan transaksi tunai karena menurut dia saat ini merupakan momentum yang paling tepat.

"Yang perlu diingat, transaksi suap menyuap itu tunai, maka harus ada kebijakan lain yang menyertai pembatasan transaksi tunai," imbuh dia.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement