REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Sebanyak 118 siswa SDN Srunen Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman tampak senang menggunakan gedung sekolah baru untuk kegiatan belajar. Sebab, selama dua tahun mereka telah belajar di gedung sekolah lama yang berdiri dengan bambu.
Setelah erupsi merapi yang terjadi pada Oktober 2010, para siswa terpaksa belajar di shelter yang dibangun seadanya. Pembangunan SDN Srunen ini menghabiskan dana sekitar Rp 1,5 miliar dengan bantuan dari pihak ketiga.
Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pendidikan Kabupaten Sleman, Sungkono, mengatakan SDN Srunen merupakan SD yang terakhir yang dibangun di kawasan bencana. Menurut dia, gedung sekolah lainnya telah dibangun sebelumnya.
"Fasilitas sekolahan ini yang terakhir yang dibangun karena terkendala mencarikan tempat, yang lain sudah," katanya ketika menghadiri peresmian pembangunan gedung SDN Srunen kepada Republika, Selasa (4/6).
Sungkono menambahkan pembangunan seluruh gedung sekolah yang rusak setelah erupsi merapi menghabiskan dana sekitar Rp 7 miliar. "Terbangun melalui pihak ketiga," katanya menambahkan.
Sementara kepala Sekolah SDN Srunen, Suwitono, mengaku gedung sekolah lama kondisinya memprihatinkan. Sebab, gedung yang dibangun dari bambu tersebut sering dimasuki oleh hewan.
"Sebelumnya ada di shelter sangat ngeri kondisinya bahkan banyak hewan yang masuk saat pembelajaran sehingga sangat terganggu. Gedung dulunya terbuat dari bambu," katanya.
Selain itu, menurut dia, lokasi gedung lama sangat jauh sehingga siswa harus diantar dan dijemput oleh orang tuanya. "Ya sekitar 8 kilo dari shelter ke rumah," katanya.
Selama melakukan kegiatan belajar mengajar di gedung sekolah yang lama, Suwitono mengatakan nilai NEM siswanya menurun. Tahun lalu, rata-rata nilai NEM siswanya sekitar 17-18. Namun, pada tahun ini nilai NEM siswanya mencapai 20-25.
Sri Purnomo, Bupati Sleman, berharap sekolah tersebut dapat menjadi sekolah dengan kurikulum tanggap bencana.
"Diharapkan sekolah ini menjadi sekolah yang tanggap bencana karena lokasinya dekat dengan kawasan rawan bencana (KRB) 3. Sehingga kurikulumnya dan pelajaran-pelajaran tambahan diarahkan untuk menuju ke tanggap bencana," katanya.
Muhammad, siswa kelas 3 SDN Srunen, mengaku senang belajar di gedung baru tersebut. "Senang, gedungnya baru, pakai tembok," katanya riang.