REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) akan berdampak pada kenaikan biaya produksi yakni sebesar 1,2 persen untuk kenaikan BBM premium sebesar 44 persen.
"Meski begitu, pada dasarnya tidak akan berdampak signifikan terhadap struktur biaya produksi karena dimungkinkan sektor industri telah menggunakan BBM dengan harga pasar (nonsubsidi)," kata Sekjen Kementerian Perindustrian Ansari Bukhori, pada konferensi pers yang bertajuk 'Kebijakan Penyesuaian Subsidi BBM dan Dampaknya terhadap Sektor Industri' di Jakarta, Rabu (5/6).
Ansari menyebutkan biaya produksi untuk beberapa komoditas strategis, seperti makanan dan minuman naik sebesar 0,63 persen, semen 0,66 persen serta tekstil dan alas kaki sebesar 1,54 persen. Dia menambahkan, sedangkan kenaikan BBM solar sebesar 22 persen akan menyebabkan kenaikan biaya produksi rata-rata sebesar 0,6 persen.
Beberapa komoditi strategis, seperti makanan dan minuman hanya naik sebesar 0,31 persen, semen 0,33 persen, serta tekstil dan alas kaki 0,77 persen. "Dengan demikian, kenaikan harga BBM baik premium maupun solar tidak akan berdampak secara signifikan terhadap kenaikan biaya produksi sektor industri," ucapnya.
Namun, Ansari menilai kenaikan harga BBM bersubsidi akan berdampak pada kenaikan biaya transportasi, sehingga akan berdampak pada sektor-sektor yang menggunakan jasa-jasa transportasi, termasuk sektor industri. Saat ini, menurut dia, kebijakan APBN 2013 masih mengalokasikan anggaran yang cukup besar terhadap subsidi energi, seperti BBM.
Sekitar Rp 193,8 triliun atau 11,5 persen dari APBN 2013 dialokasikan untuk subsidi BBM, dimana 50 persen dari subsidi tersebut dinikmati oleh 20 persen orang terkaya di Indonesia. Sementara itu, hanya sekitar dua persen dari APBN yang dianggarkan untuk Program Bantuan Sosial berbasis Rumah Tangga, seperti beras miskin (raskin), bantuan siswa miskin (BSM), program keluarga harapan (PKH) dan jaminan kesehatan (jamkesmas).
Karena itu, dia mengimbau kebijakan subsidi perlu diubah dari subsidi harga komoditas menjadi program yang tepat sasaran pada kelompok yang membutuhkan. Menurut Ansari, kebijakan pengurangan subsidi BBM dalam jangka pendek akan diikuti dengan peningkatan harga yang akan menekan daya beli masyarakat, terutama rumah tangga miskin dan rentan.
"Karena itu, diperlukan inisiatif kebijakan jangka pendek yang dapat mempertahankan daya beli masyarakat kelompok rumah tangga miskin dan rentan tersebut," tuturnya.
Program jangka pendek yang akan dilaksanakan oleh pemerintah, yakni bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) senilai Rp150 ribu per bulan. "Program ini diharapkan mampu meminimalisasi dampak psikologis yang dirasakan masyarakat akan pengurangan subsidi BBM tersebut," katanya.