REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Golkar, Hajriyanto Y Tohari mengakui, dalam masa kekuasaannya mantan presiden Soeharto tidak memprioritaskan demokrasi dan HAM.
Menurutnya, hal itu karena Soeharto mementingkan dan mengutamakan stabilitas politik dan keamanan untuk pembangunan ekonomi. "Walhasil, Pak Harto memang menomorduakan demokrasi, tetapi semuanya itu demi pembangunan ekonomi," ujarnya saat berbincang dengan ROL, Jumat (7/6).
Hajriyanto berpendapat, bagi Soeharto demokrasi bisa dinomorduakan terlebih dulu agar pembangunan untuk kesejahteraan ekonomi dapat dilakukan. Konstruksi pemikiran Soeharto adalah membuat rakyat sejahtera dulu secara ekonomi baru nanti dikembangkan demokrasi.
Atau dengan kata lain membikin rakyat kenyang dulu perutnya, baru kemudian demokrasi. "Suka atau tidak suka, demikianlah keyakinan Pak Harto," katanya yang ingin Soeharto jadi pahlawan nasional.
Lantaran terlalu mendorong stabilitas politik dan keamanan Soeharto, katanya, akhirnya membatasi jumlah partai politik, membatasi kekuatan parpol, membatasi kebebasan berpendapat dan berserikat, termasuk membatasi kebebasan pers. Hal ini menurut Hajroyanto merupakan keyakinan politik Soeharto.
"Pak Harto telah menanggung risiko atas pilihan-pilihan politiknya itu. Itulah harga yang harus dibayarnya," tuturnya mengakhiri.