REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Polisi antihuru-hara Turki menembakkan gas air mata dan semprotan air berkekuatan tinggi ke arah ratusan pengunjuk rasa bersenjata batu dan kembang api pada Selasa (11/6). Hal itu terjadi ketika aparat berusaha merebut kendali alun-alun di Istanbul tengah yang menjadi jantung demonstrasi antipemerintah.
Aksi polisi itu mengagetkan para pengunjuk rasa, banyak di antara mereka berkumpul di Taman Gezi, di salah satu sudut Alun-alun Taksim. Hal itu terjadi beberapa jam setelah Perdana Menteri Tayyip Erdogan setuju mengadakan pembicaraan dengan pemimpin protes pada Rabu (12/6).
Tetapi Erdogan masih mengambil sikap keras terhadap pengunjuk rasa dengan menyatakan dia tak akan mengalah pada mereka. "Saya undang semua demonstran, semua pengunjuk rasa, melihat gambar besar dan permainan yang sedang dimainkan," kata Erdogan. "Siapa-siapa yang jujur hendaknya mundur dan saya harapkan ini dari mereka sebagai perdana menteri mereka."
Sementara itu sebagai isyarat dari dampak krisis yang telah berlangsung 10 hari terhadap pasar, bank sentral menyatakan pihaknya akan melakukan intervensi jika diperlukan untuk mendukung lira. "Mereka mengatakan perdana menteri kasar. Apakah kami akan berlutut di depan mereka (orang-orang)?" kata Erdogan setelah aksi itu mulai. "Jika Anda menyebut ini kasar, saya mohon maaf, tetapi Tayyip Erdogan ini tidak akan berubah."
Polisi antihuru-hara yang didukung kendaraan lapis baja bergerak ke Taksim, pusat unjuk rasa yang telah berlangsung 10 hari, segera setelah fajar. Buldozer mulai membersihkan penghalang-penghalang dari batu dan besi. Unjuk rasa itu yang disulut oleh rencana pemerintah membenahi Taman Gezi berkembang menjadi aksi melawan Erdogan yang memerintah lebih 10 tahun.