REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggalakan upaya penggunaan bahasa daerah melalui kearifan lokal sebagai satu cara mencegah ancaman kepunahan bahasa ibu.
"Tradisi bahasa daerah dalam acara-acara adat kita hidupkan kembali, hal ini sebagai upaya perlindungan dan pelestarian bahasa daerah," kata Kepala Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Badan Bahasa, Kemendikbud Yeyen Maryani usai Deklarasi Prosa Liris dan Kemah Menulis Griya Sastra Budaya Obor, di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, di Bogor, Rabu (12/6).
Ia mengatakan salah satu tradisi adat yang saat ini sedang dihidupkan kembali adalah kesenian Lamun di wilayah Kalimatan Selatan. "Lamun ini adalah seni yang bercerita tetapi dengan bahasa mereka," kata Yeyen. Ia mengemukakan bila tradisi tersebut dibiarkan, bahasa daerah setempat akan hilang begitu. Demikian juga dengan orang yang memerankan kesenian tersebut, juga harus dilindungi.
Dia menjelaskan saat ini keberadaan bahasa daerah di Indonesia menghadapi ancaman kepunahan. Kepunahan yang dimaksud adalah berkurangnya jumlah penutur bahasa tersebut. Selain melestarikan penggunaan bahasa daerah, Badan Bahasa Kemendikbud saat ini juga melakukan pengkajian terhadap bahasa daerah.
Menurut Yeyen, dalam melakukan pengkajian terhadap bahasa daerah memerlukan waktu yang cukup lama. Tahapan yang dilakukan, katanya, dengan mendatangi lokasi daerah, menginventarisasi kosa kata, dan setelah itu mencari tata bahasa, baik morfologi dan kronologinya.
Berdasarkan data dari "summer institut linguistic", jumlah bahasa daerah di Indonesia sebanyak 746 bahasa, sedangkan Badan Bahasa Kemendikbud juga melakukan pemetaan bahasa daerah yang saat ini jumlahnya 552 bahasa. Keberadaan bahasa daerah di Indonesia terancam punah menyusul berkurangnya jumlah penutur dan generasi muda yang kurang menggunakan bahasa daerah.