REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Realisasi penerimaan bea keluar, salah satu komponen pendapatan negara, sampai dengan 7 Juni 2013 masih tertekan. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan bea keluar baru menyentuh 19,7 persen atau Rp 6,24 triliun dari target Rp 31,7 trliun. Sementara pada periode yang sama tahun lalu realisasinya 50,7 persen.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listyanto mengatakan karena kontributor utama bea keluar adalah minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO). Oleh karena itu, seiring tren harga komoditas global yang menurun, penerimaan pun terpengaruh. "Akhirnya penerimaan BK juga turun," kata Eko kepada ROL, Selasa (18/6).
Sebagai solusinya, Eko menilai pemerintah harus lebih aktif memfasilitasi pengembangan atau diversifikasi pasar CPO di pasar potensial luar negeri. Pemerintah, menurutnya, perlu memperbanyak insentif bagi industri hilir CPO. "Dan meminimalisasi disinsentif industri hulu kelapa sawit," kata Eko.
Lebih lanjut, Eko mengatakan pemerintah perlu mendorong peningkatan riset dan pengembangan (research and development/R&D), promosi dan advokasi industri sawit. Tujuannya untuk menghasilkan produk-produk turunan bagi konsumsi dalam negeri dan ekspor. "Sebagai penghasil CPO terbesar di dunia, peran R&D harus ditingkatkan."