REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Freeport Indonesia (PTFI) berharap pemerintah ada kebijakan dan solusi terbaik mengenai kebijakan bea ekspor yang dikenakan kepada perusahaan tambang. Di satu sisi, PTFI terus menuntaskan pembangunan pabrik pemurnian atau smelter.
VP Corporate Communications PT Freeport Indonesia Katri Krisnati menjelaskan PTFI telah mendapatkan Surat Pemberitahuan Ekspor (SPE) dari Kementerian Perdagangan. Lewat SPE ini, maka PTFI sudah diperbolehkan untuk ekspor konsentrat. Namun, kebijakan bea ekspor yang merujuk peraturan Kementerian Keuangan masih menjadi pembahasan.
"Kuota ekspor yang telah disetujui sekitar 1,7 juta WMT. Terkait bea keluar, kami berharap ada solusi terbaik dari pemerintah terkait hal ini," ujar Katri kepada Republika, Senin (7/8/2023).
Katri juga menegaskan perusahaan masih melakukan penyelesaian pabrik pemurnian atau smelter. Saat ini, progres pembangunan smelter hingga akhir Juni 2023 sudah mencapai 74 persen.
Plt Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Muhammad Wafid mengungkapkan, Freeport Indonesia akan dikenakan tarif bea keluar merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 71 Tahun 2023 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
"Ya kan sudah sesuai dengan PMK yang baru, aturannya begitu. Mestinya (mengikuti itu)," kata Wafid ditemui di Kementerian ESDM, Senin (7/8/2023).
Dilansir dari Reuters, dalam dokumen pengajuan di Securities and Exchange Commission (SEC) AS, perusahaan menyebutkan Freeport Indonesia diberikan izin ekspor pada 24 Juli 2023 untuk mengekspor 1,7 juta metrik ton konsentrat tembaga.
PTFI merupakan salah satu perusahaan yang masih diperbolehkan ekspor konsentrat di tengah kebijakan pemerintah Indonesia yang melarang ekspor konsentrat. Dengan komitmen penyelesaian pabrik pemurnian atau smelter, PTFI mendapatkan karpet merah ini.
Namun, dalam dalam pengajuan di SEC tersebut, Freeport Indonesia menentang pengenaan bea ekspor baru yang diberlakukan pemerintah Indonesia atas ekspor yang dilakukan perusahaan. Dokumen itu menyebutkan bahwa di bawah izin penambangan khusus Freeport Indonesia 2018, tidak ada bea yang diperlukan setelah smelternya setidaknya setengah selesai.
“Pada Maret 2023, pemerintah Indonesia memverifikasi bahwa kemajuan konstruksi smelter Manyar melebihi 50 persen dan bea keluar Freeport Indonesia dihapus efektif 29 Maret 2023,” bunyi pengajuan tersebut.