Advertisement

In Picture: Senjakala Topeng Blantek

Sabtu 22 Jun 2013 18:01 WIB

Red: Mohamad Amin Madani

REPUBLIKA.CO.ID, Berbeda dengan kesenian Betawi lainnya, seperti Lenong, Ondel-ondel, dan Gambang Kromong yang masih akrab di telinga masyarakat, Topeng Blantek makin asing di tengah gencarnya budaya asing yang masuk ke Indonesia, khususnya Jakarta.

     Makin sedikitnya pelaku seni Topeng Blantek juga menjadi penyebab kesenian Betawi ini semakin terlupakan. Kesulitan regenerasi di lingkungan penggiat Topeng Blantek menyebabkan semakin berkurangnya populasi kelompok kesenian tersebut.

      Mirip dengan Lenong, Topeng Blantek memiliki alur cerita dengan diiringi musik Gambang Kromong tetapi seluruh pemainnya memiliki kebebasan berimprovisasi dan tanpa naskah dialog.

     Nama Topeng Blantek berasal dari kata "blind" berarti buta dan "text" berarti naskah. Dari "blind text", orang-orang pribumi akhirnya keterusan menyebut kesenian ini sebagai Topeng Blantek yang berarti sandiwara tanpa naskah.

     Selain itu, hal yang membedakan dengan Lenong adalah setting pementasan yang sederhana dengan hanya dikelilingi tiga sundung atau alat pembawa rumput dengan lampu obor di tengahnya.

     Permainan Topeng Blantek berlangsung antara dua hingga tiga jam dengan dibuka oleh jantuk, semacam dalang dalam wayang, yang menyampaikan cerita pengantar.

     Kondisi yang sedang berkembang di masyarakat hampir selalu menjadi ide cerita dari Topeng Blantek. Tak jarang pemainnya, menyampaikan sindiran melalui dialog terhadap penguasa karena kebijakannya yang tidak pro rakyat.

     Semoga saja kesenian Topeng Blantek tidak mati, dan tetap lestari memperkaya khazanah budaya negeri ini.

 

Teks foto : Aditya Pradana Putra

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA TERKAIT

BERITA LAINNYA

 

Ikuti Berita Republika Lainnya