REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelaah kebijakan impor gula Kementerian Perdagangan yang juga didasarkan investigasi audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Sudah banyak kasus, tetapi saya heran KPK tidak menyentuh laporan yang masuk, ini mirip kasus daging impor," kata Ketua Apegti Natsir Mansyur di Jakarta, Senin.
Apegti menilai kebijakan Kementerian Perdagangan dengan memberikan impor "raw sugar" sebanyak 240 ribu ton kepada tiga perusahaan gula yang berbasis tebu itu tidak tepat.
Hal tersebut, kata Natsir, karena kebijakan itu dinilai mengandung unsur spekulatif dan tidak ekonomis karena sampai saat ini gula yang diperuntukan untuk rakyat perbatasan tidak ada realisasinya.
Ia juga menyayangkan sikap aparat yang terlalu reaktif terhadap impor gula rakyat perbatasan yang menggunakan izin belanja dengan menggunakan perjanjian bidang sosial ekonomi antara Malaysia dan Indonesia.
Padahal, menurut dia, untuk masalah penyelundupan serta kriminal sudah ada pihak kepolisian yang bertugas mengatasi permasalahan tersebut.
Ia mengemukakan bahwa Apegti mengimbau masyarakat perbatasan Kalimantan Barat agar gula konsumsi cukup dengan menggunakan izin perjanjian perdagangan lintas batas Indonesia dan Malaysia.
Dengan izin tersebut, lanjutnya, setiap rakyat perbatasan dapat berbelanja kebutuhan pangan dari negara tetangga sebesar 600 ringgit Malaysia sesuai dengan perjanjian itu.
"Hanya dengan izin perdagangan lintas batas, masyarakat bisa mendapatkan gula dengan cara yang sah dan halal meski jumlahnya terbatas," katanya.