Selasa 02 Jul 2013 01:00 WIB

PGRI: Guru Kerap Teraniaya Pascapilkada

Guru - ilustrasi
Guru - ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia menyatakan guru sebagai profesi independen hendaknya tidak dilibatkan dalam ranah politik dan tidak disarankan untuk memihak pada salah satu partai politik yang akan berkompetisi pada Pemilu 2014.

"Selama ini banyak parpol yang memanfaatkan guru untuk kepentingan mereka terutama saat pilkada. Banyak calon kepala daerah terutama calon incumbent yang memanfaatkan guru untuk mendapatkan dukungan suara, namun bila kemudian diketahui guru tersebut tidak mendukung, maka nasib guru tersebut dipastikan teraniaya," kata Ketua Umum PB PGRI Sulistiyo di sela pra pembukaan Kongres PGRI XXI yang diikuti sebanyak 8.000 guru dari seluruh provinsi, Senin (1/7).

PGRI mengingatkan agar partai politik tidak menyeret guru dalam ranah politik dan politik praktis. Guru adalah profesi independen dan tidak memihak kepada partai politik manapun, katanya.

"Hak politik guru tidak boleh diganggu. Guru tidak boleh dimanfaatkan oleh partai manapun untuk kepentingan kelompok atau golongan," kata Sulistiyo

sambil menambahkan dengan anggota PGRI mencapai 3,8 juta dan tersebar di seluruh pelosok tanah air, guru merupakan profesi yang sangat potensial bagi parpol untuk mendulang suara dan mendukung kemenangan parpol.

Lebih lanjut dikatakannya pemerintah harus peduli untuk mengatasi mutasi guru yang menjadi korban politik pascapilkada. PGRI sudah menyampaikan persoalan tersebut kepada menteri dalam negeri. Intinya agar guru tidak lagi dimanfaatkan untuk kepentingan politik, tidak lagi diseret-seret dalam kegiatan politik praktis. Tetapi hingga kini Mendagri belum memberikan respon apapun terkait pengaduan tersebut.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement