REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan melalui sidang paripurna, Selasa (2/7). Pemerintah khususnya kemendagri dan DPR pun memastikan undang-undang ini tidak represif dan merugikan masyarakat.
"Setelah diundangkan, Kemendagri akan segera menyosialisasikan UU Ormas ke seluruh Indonesia. Kami pastikan tidak ada pasal dan ayat represif yang merugikan masyarakat," kata Mendagri Gamawan Fauzi, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
UU Ormas, lanjut Gamawan, setelah dibahas sejak 2011 telah disesuaikan dengan dinamika yang terjadi di tengah masyarakat. Beragam keberatan dan penolakan juga telah diakomodasi lewat sejumlah pasal. Sehingga, diharapkan sosialisasi pelaksanaan UU Ormas dapat berjalan baik. Termasuk sosialisasi kepada ormas yang hingga saat ini masih bertahan menolak keberadaan UU Ormas.
Gamawan juga optimis, pelaksanaan UU Ormas yang didukung maksimalisasi penegakan hukum akan mencipatakan harmonisasi pada 139 ribu lebih ormas yang terdaftar di Indonesia. "Tidak mudah untuk menindak ormas nakal, tetapi kami yakin undang-undang ini bisa mengakomodasi mekanisme hukum yang lebih kuat tanpa melupakan hak-hak masyarakat," ujarnya.
Ketua Panitia Khusus RUU Ormas Abdul Malik Haramain mengatakan, DPR siap mengawasi pelaksanaan UU Ormas. Diakuinya, regulasi tersebut pasti masih menimbulkan kontra dari berbagai kelompok. Tetapi, keberadaan UU Ormas tidak bisa ditawar lagi.
Sebelum disahkan, lanjut Malik, sosialisasi telah dilakukan lagi dengan pimpinan ormas-ormas besar bersama pimpinan fraksi dan pimpinan DPR. Atas komunikasi yang melibatkan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Pengurus Persekutuan Gereja-geraja Indonesia (PGI), Pengurus Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) diputuskan pengubahan dan penyempurnaan pada beberapa pasal.