REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Faktor lingkungan sosial dinilai bisa menjadi pendorong penyimpangan orientasi seksual. Pengamat Sosial Budaya Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, menilai faktor lingkungan sosial menjadi salah satu yang dapat memicu seseorang menjadi lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
Devie mengatakan, memang ada beberapa hal yang mendorong seseorang menjadi LGBT. Menurut sebagian ahli, ia katakan, karena adanya faktor fisiologis, seperti hormonal dalam tubuh. Namun, menurut dia, faktor itu masih menjadi perdebatan. "Yang menarik justru faktor lingkungan sosial yang menjadi salah satu pendorong," kata dia, Rabu (3/7).
Profesi atau pekerjaan, kata Devie, menjadi salah satunya. Menurut dia, ada beberapa profesi yang relatif lebih mudah menerima pegawai dari jenis kelamin tertentu. Keadaan itu, ia katakan, dapat mendorong jenis kelamin lain yang relatif sulit diterima untuk kemudian melakukan adaptasi menjadi jenis kelamin lain. "Demi sebuah pekerjaan," ujarnya.
Devie juga memberikan contoh lain, seperti kehadiran selebritis yang memiliki identitas atau bertindak seperti LGBT di media televisi. Menurut dia, hal itu bisa membuat penonton, khususnya remaja, menarik kesimpulan identitas LGBT dapat memberikan jaminan masa depan karena menjadi terkenal.
Selain pengaruh lingkungan sosial, Devie mengatakan, penyimpangan orientasi seksual juga bisa disebabkan karena faktor psikologis individu. Hal ini, ia mengatakan, bisa diakibatkan karena kekecewaan akibat hubungan asmara atau pun trauma kekerasan seksual di masa kecil.
Devie juga menyebut perceraian atau ketidakharmonisan hubungan orang tua yang disertai dengan kekerasan bisa menjadi faktor pendorong lainnya. "Kekerasan terhadap salah satu jenis kelamin (dalam keluarga) juga dapat menjadi pendorong orientasi seksual yang berbeda di kala dewasa," ujar dia.