REPUBLIKA.CO.ID,Gebrakan baru Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dalam hal peningkatan pelayanan pajak sudah hampir menyeluruh dari proses bisnis sampai dengan peningkatan sarana dan prasarana penunjangnya. Sebagaimana visinya, Ditjen Pajak ingin menjadi institusi pemerintah penghimpun pajak negara yang terbaik di wilayah Asia Tenggara.
Hal tersebut turut di apresiasi oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj. Saat dihubungi Kamis (16/5) dan bercerita soal peningkatan mutu pelayanan di Ditjen Pajak saat ini, Said Aqil bersyukur dan berharap akan terus lebih baik.
“Syukurlah, saat ini pelayanan pajak sudah cukup baik. Tinggal pemanfaatan dananya yang dikelola sebaik-baiknya untuk pembangunan bangsa dan negara,” ujarnya kepada ROL.
“Kita sebagai warga negara yang baik tentu harus taat membayar pajak. Dengan didukung pelayanan pajak yang baik saat ini, tentu kita harus semakin sadar dengan kewajiban kita sebagai warganegara,” tambanya pula.
Walau mengaku tidak terlalu banyak bersentuhan dengan dunia perpajakan, kiai bergelar doktor lulusan Universitas Ummul Qura, Mekkah, Arab Saudi ini mengatakan pajak dalam hal kewajiban tak jauh berbeda dengan zakat. Cuma bedanya, zakat kewajiban sebagai muslim, sedangkan pajak kewajiban sebagai warga negara yang baik dalam bentuk ketaatan kepada ulil amri.
Oleh sebab itu, zakat dan pajak sama-sama harus ditunaikan dan pengelolaannya juga harus sama-sama baik dan profesional. Said Aqil juga berpesan agar pengelolaan pajak harus amanah dan jujur.
“Kelolalah amanah (tugas mengelola pajak) itu dengan jujur, semua dananya disetorkan dengan benar, jangan dikorupsi, dan tentunya disertai dengan kepatuhan-kepatuhan menjalankan hukum-hukum Allah,” pesan beliau.
Saat ditanya, apakah Kiai NU ini pernah datang langsung ke kantor pajak atau berurusan langsung dengan petugas pajak, dengan berseloroh Said Aqil menjawab belum.
“Kami yang masih orang gajian ini, kalo soal itu (membayar pajak) semuanya sudah beres diurus sama kantor. Tidak seperti pengusaha-pengusaha itu, kalo kami sudah potong gaji saja,” jelasnya berseloroh.
Terakhir, Said Aqil juga membantah isu tahun lalu soal moratorium (pelarangan wajib pajak untuk membayar pajak) yang dialamatkan pada dirinya. September 2012 lalu, Said Aqil pernah disebut-sebut melontarkan pendapat bahwa wajib pajak sebaiknya berhenti membayar pajak karena banyaknya kasus-kasus korupsi yang melilit Ditjen pajak saat itu.
Said Aqil membantah, isu tersebut bukan berasal darinya. Melainkan terlontar dari beberapa tokoh NU yang lain.