REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU -- Yayasan Kantong Informasi Pemberdayaan Kesehatan Adiksi (Kipas) Bengkulu mendesak pemerintah merehabilitasi pencandu narkoba, bukan mempenjara atau menghukumnya.
"Pencandu bukan penjahat, jadi kami mendesak pemerintah merehabilitasi, bukan menghukum," kata Koordinator Aksi, Merly Yuanda saat aksi simpatik di Simpang Lima, Kota Bengkulu, Jumat (5/7).
Ia mengatakan, aksi tersebut masih dalam rangkaian Hari Narkotika Internasional 2013 yang diperingati pada 26 Juni. Aksi simpatik belasan orang dengan menggunakan topeng dari karton menurut mereka sebagai simbol bahwa selama ini penegak hukum tutup mata terhadap penyembuhan para pencandu.
"Tempat pencandu adalah pusat rehabilitasi bukan penjara, mereka butuh dukungan untuk sembuh," katanya.
Peserta aksi menggelar long march dari Masjid Jamik menuju Simpang Lima dengan membawa spanduk bertuliskan 'Dukung pemulihan korban narkotika, psikotropika dan zat adiktif (Napza), jadikan sahabat, bukan sebagai penjahat'.
Direktur Yayasan Kipas itu meminta pemerintah lebih mendekatkan akses kesehatan kepada para korban Napza.
"Mereka butuh dukungan kita, bukan hujatan," katanya.
Mereka menuntut pemerintah menerapkan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor 002/A/JA/02/2013 dengan petunjuk teknis Surat Edaran Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAMPIDUM) No. B 601/E/EJP/02/2013 yang secara terstruktur mengatur dengan jelas terkait penempatan pencandu narkotika dalam rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Merly menambahkan, data Kementerian Hukum dan HAM RI hingga 2013 menyebutkan sebanyak 42 persen penghuni rutan dan lapas adalah korban Napza.
Selain itu, kasus Napza menjadi penyumbang terbesar kelebihan kapasitas di lapas dan rutan. "Kami mendesak penegak hukum untuk mengakhiri kriminalitas dan hukuman bagi korban napza," katanya menegaskan.