REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra
Datangnya Ramadhan menjadi tantangan tersendiri bagi para mualaf. Masih kurangnya pemahaman agama Islam membuat mereka tidak setengah-setengah dalam menyambut datangnya bulan suci ini. Para mualaf bahkan sangat antusias mempersiapkan diri semaksimal mungkin untuk bisa menikmati setiap momen berharga yang datang setahun sekali ini.
Ketua Paguyuban Mualaf Masjid Agung Sunda Kelapa (MASK) Ahmad Kainama mengatakan, kehadiran Ramadhan sebenarnya ditunggu-tunggu para mualaf. Ini lantaran suasana yang dihadirkan Ramadhan sangat lain dari hari biasanya. Karena itu, mereka mulai membuat beragam acara keagamaan untuk mengisi hari-hari selama sebulan penuh.
Komunitas kami mulai menyibukkan diri karena bakal padat agenda hingga 30 hari ke depan, kata Ahmad, Ahad (7/7). Ia menambahkan, hampir semua mualaf berseri-seri dalam menyiapkan diri menyambut Ramadhan. Kalau biasanya mereka sibuk dengan aktivitas masing-masing, nantinya bakal lebih sering berkumpul.
Para mualaf yang masih pada tahap belajar mengaji dengan membaca Iqra semakin intensif memperdalam ilmu dengan bimbingan ustaz, ujar Ahmad. Agenda terdekat, ungkapnya, MASK menginisiasi pertemuan para mualaf se-Jabodetabek dan Bandung untuk berkumpul di Jakarta. Tujuannya, untuk bisa saling berbagi ilmu dan pengalaman setelah mereka memeluk Islam.
Hal itu dilakukan untuk menguatkan tali silaturahim demi memperkuat ikatan di kalangan mereka. Sadar Ramadhan tidak melulu soal ibadah ritual, Ahmad mengajak para mualaf menyusun acara yang berhubungan dengan ibadah sosial. Karena itu, pada pertengahan Ramadhan dihelat penyerahan bantuan kepada anak yatim maupun warga miskin.
Hal itu untuk menggerakkan mualaf agar bisa lebih peduli terhadap sesama. Pembangunan Rumah Singgah yang sedang dirancang MASK juga bertujuan untuk menguatkan rasa persaudaraan di kalangan mualaf. Tempat yang juga bakal difungsikan sebagai sarana wirausaha ini nantinya dijadikan markas bagi komunitas mualaf untuk berbagi ilmu.
Ini dilakukan karena tidak sedikit di kalangan mereka itu dulunya adalah pemuka agama lain. Karena masih mengalami goncangan agama hingga harus mendapati kenyataan dimusuhi keluarga, kata Ahmad, mereka perlu terus mendapat bimbingan agar semakin mantap dalam menjalankan ibadah.
Secara pribadi, Ahmad mengakui, selama Ramadhan mengalami peningkatan kesibukan. Undangan dari gereja untuk hadir sebagai pemateri dialog lintas keyakinan menjadi salah satu contohnya. Kegiatan itu mesti dilakoninya karena sangat penting. Selain bisa menyebarkan agama Islam yang bisa merahmati semua orang, juga untuk meluruskan stigma miring dari penganut agama lain tentang Islam. Saya hadir memenuhi undangan diskusi lintas agama ini untuk menghargai kehidupan antarumat beragama, tutur Ahmad.
Salah seorang mualaf, Alisya Fianne, membuat ketetapan hati di setiap Ramadhan setidaknya bisa meningkatkan ibadah. Ramadhan dijadikannya sebagai momen evaluasi diri setelah menjalani kehidupan selama 11 bulan. Dengan melakukan refleksi diri, ia bisa menilai kadar aktivitas yang selama ini dijalaninya.
Intinya, kita mengevaluasi diri selama Ramadhan, kata perempuan yang mengucapkan kedua kalimat syahadat pada 2007 ini. Alisya menyebut, evaluasi yang diperuntukkan bagi ketenangan hati dilakukan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada Allah SWT. Ia melakukan itu karena ingin agar dapat menjalankan Islam sebaik-baiknya.
Sebagai mualaf, tentu Alisya menyadari masih perlu belajar banyak dalam memahami ajaran agama. Ia juga ingin meluruskan pemahaman mengenai kebiasaan seseorang yang tingkah lakunya berbeda setelah Ramadhan usai. Ia tidak ingin seperti itu. Ia berharap, religiusitasnya yang meningkat selama Ramadhan bisa diteruskan selama bulan-bulan berikutnya.
Sehingga, bukan berarti ia bisa seenaknya melakukan perbuatan dosa karena sudah membersihkannya selama Ramadhan. Prinsip saya, bisa menyambut Ramadhan berarti ada peningkatan iman dan ilmu agama bisa lebih berkembang lagi.