REPUBLIKA.CO.ID, Perang Revolusi Amerika Serikat (1775–1783), merupakan akibat dari Revolusi Amerika Serikat. Para kolonis bangkit karena Undang-Undang Stempel 1765 yang dikeluarkan Parlemen Inggris tidak konstitusional.
Kolonis Amerika Serikat membentuk Kongres Kontinental yang bersatu dan pemerintahan bayangan di setiap koloni, meski pada awalnya masih setia kepada Raja. Pemboikotan Amerika Serikat terhadap teh Inggris yang terkena pajak mendorong terjadinya peristiwa Pesta Teh Boston tahun 1773, yang merupakan penghancuran muatan teh kapal Inggris. London menanggapinya dengan mengakhiri pemerintahan mandiri di Massachusetts dan meletakkannya di bawah kendali pasukan Inggris dengan Jenderal Thomas Gage sebagai gubernurnya.
Prancis, Spanyol, dan Republik Belanda diam-diam memberi persediaan, amunisi, dan senjata kepada kaum revolusioner dimulai tahun 1776. Di tahun 1777 pasukan Inggris dari Kanada menyerbu wilayah Amerika, namun masih bisa ditahan oleh pasukan Amerika. Kemenangan AS ini mendorong Prancis melalui rajanya Louis XVI hari ini di 1775 mengumumkan perang terbuka kepada Inggris.
Keterlibatan Prancis terbukti berhasil. Meski biayanya mahal, sehingga mengacaukan ekonomi Prancis dan mendorong negara ini ke jurang kebangkrutan. Kemenangan angkatan laut Prancis di Chesapeake berujung pada pengepungan oleh pasukan gabungan Prancis dan Kontinental yang memaksa pasukan Inggris kedua menyerah di Yorktown, Virginia tahun 1781. Pertempuran terus berlanjut sepanjang tahun 1782, sementara perundingan perdamaian dimulai.
Pada tahun 1783, Traktat Paris mengakhiri perang dan mengakui kedaulatan Amerika Serikat atas teritori yang secara kasar dikelilingi oleh wilayah yang saat ini menjadi Kanada di utara, Florida di selatan, dan Sungai Mississippi di barat.