REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menyebutkan, ada tiga peristiwa besar yang terjadi dalam sejarah Indonesia selama bulan Oktober ini.
Masing-masing 19 Oktober sebagai hari Bela Negara, 22 Oktober Hari Santri dan 28 Oktober sebagai hari Sumpah Pemuda.
Hidayat menjelaskan, munculnya hari Bela Negara ditandai oleh keberanian Mr. Syafrudin Prawiranegara, yang berada di Bukit Tinggi untuk mendeklarasikan berdirinya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia pada 19 Oktober 1948.
Keberanian itu muncul, karena presiden dan wakilnya yang ada di Jakarta, ditangkap dan ditahan pemerintahan kolonialis Belanda.
''Ia khawatir, Indonesia dianggap kalah, setelah pemimpinnya ditangkap, karena itu Mr. Syafrudin memberanikan diri mendeklarasikan PDRI,'' kata Hidayat ketika menjadi narasumber pada Dialog Kebangsaan bersama Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), di Aula Koordinator Perguruan Tinggi Agama Islam (Kopertais) Provinsi DKI Jakarta, Selasa (27/10).
Sedangkan peringatan Hari Santri, kata dia, mengambil momen resolusi jihad yang dipimpin KH. Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945. Hari Santri menjadi bukti bahwa perjuangan santri membela tanah air diakui negara. Pengakuan tersebut diberikan oleh Presiden Jokowi melalui Kepres nomer 22/2015.
Resolusi jihad ternyata mampu menyatukan berbagai golongan yang ada di Indonesia. Termasuk kalangan non-santri, abangan dan priyayi. Mereka ikut serta dalam resolusi jihat, yang dipimpin KH Hasyim Asy'ari, termasuk Bung Tomo. Sedangkan 28 Oktober, sebagai hari Sumpah Pemuda merupakan peringatan atas terjadinya sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928.
Munculnya ketiga hari besar itu, menurut Hidayat tak bisa dilepaskan dari kiprah dan peran generasi muda. Ketiga peringatan itu juga menjadi bukti bahwa pemuda, dari sebelum Indonesia merdeka sudah mengambil perannya masing-masing.
''Karena itu, ke depan generasi muda pun harus bisa terus berperan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,'' ujarnya.
Apalagi, lanjut dia, keterlibatan masyarakat termasuk generasi muda dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diakui oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bahkan seorang anggota masyarakat bisa membatalkan sebuah UU yang dibuat oleh DPR dan pemerintah, kalau dia bisa membuktikan bahwa UU tersebut bertentangan dengan UUD NRI 1945.