REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR RI Zulkifli Hasan mengatakan reformasi menyisakan dua pekerjaan rumah yang pelik, yaitu kesenjangan dan pudarnya nilai-nilai kebangsaan. Pascareformasi 1998, Indonesia telah melewati tahapan demokrasi dengan sangat baik. Saat ini masyarakat menjadi pemegang kedaulatan tertinggi.
Setiap warga negata memiliki kebebasan menjadikan dirinya seperti yang mereka inginkan. Tapi, Zulkifli menilai, saat ini banyak pemimpin yang mengalami disorientasi. Maksudnya, mereka tidak tahu tujuannya menjadi kepala daerah, seperti bupati, walikota, dan gubernur.
"Sehingga yang dipikir dan diperbuatnya adalah berusaha mempertahankan kekuasaan dan menjadi kaya. Padahal saat dilantik, setiap kepala daerah menyatakan sumpah dan janji untuk selalu taat pada konsritusi dan peraturan perundangan yang berlaku," kata Zulkifli, saat menjadi pembicara kunci pada acara Expert Meeting kerjasama MPR dengan Universitas Pancasila, di Jakarta, Kamis (27/10).
Selain masalah disorientasi, lanjut Zulkifli, muncul juga beragam produk peraturan yang tidak sesuai dengan Pancasila, mulai dari UU hingga peraturan daerah. Untuk mengantisipasi kemungkinan yang lebih buruk, maka MPR diperintah UU untuk melaksanakan sosialisasi Empat Pilar MPR RI.
Hanya saja, MPR tidak mungkin melaksanakannya sendiri. Harus ada lembaga dan metode yang tepat untuk mensosialisasikan empat pilar, karena tidak mungkin menyampaikan empat pilar menggunakan metode doktrinasi seperti orde baru.
"Acara ini diharapkan mampu memberikan sumbangsih terhadap tuntutan perbaikan metode sosialisasi yang sudah berjalan selama ini," kata dia.