REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari Fraksi PKS, Iskan Qolba Lubis, mengatakan Sidang Tahunan (ST) MPR merupakan momen kebangsaan yang sangat penting. Dalam sidang tersebut Presiden menyampaikan banyak hal dalam pidato di hadapan anggota MPR. Diharapkan Presiden menyampaikan gagasan besar.
Ini disampaikan Iskan Qolba Lubis saat dirinya menjadi narasumber dalam ‘Diskusi Empat Pilar MPR’, yang digelar di Media Center, Gedung Nusantara III, Komplek MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (12/8). Ia berharap agar pidato yang disampaikan Presiden benar-benar memberi makna yang dalam kepada bangsa dan negara.
“Presiden dalam pidato, kita harap mampu memberi motivasi yang kuat kepada rakyat tentang apa yang perlu dilakukan dalam menghadapi pertarungan global,” ujarnya seperti dalam siaran pernya.
Lebih lanjut dalam acara bertema ‘Optimalisasi Pelaksanaan Sidang Tahunan MPR’, Iskan menuturkan Presiden sebagai pemimpin harus bisa menyakinkan rakyat. Ia mempunyai visi, misi, dan cita-cita besar.
“Untuk itu Presiden jangan bicara hal-hal yang sifatnya teknis", ujarnya. “Pidato yang disampaikan harus mempunyai daya ungkit yang besar,” tambahnya.
Iskan menuturkan, Presiden harus mampu menyampaikan gambaran 30 tahun ke depan wajah bangsa ini. Ke depan, China, India, dan Amerika, serta Indonesia akan menjadi kekuatan ekonomi dunia. Untuk itulah Presiden harus menyampaikan visi-visinya kepada generasi milineal sebab merekalah sebagai pewaris bangsa dan negara. “Mereka sekarang sudah bergelut dengan bisnis online,” ungkapnya.
Dalam diskusi yang dihadiri ratusan wartawan, Iskan menyebut ada dua masalah penting yang saat ini dihadapi oleh bangsa Indonesia. Masalah itu adalah, ‘pertama’, bagaimana mengkonsolidasikan antara konsep demokrasi dan kesejahteraan. Iskan mengakui demokrasi dalam masa reformasi berkembang luar biasa.
“Sayang demokrasi yang berkembang adalah demokrasi struktural," ungkapnya. Demokrasi yang ada menurutnya belum substantif. Untuk itu dirinya mengharap agar demokrasi yang ada berupa demokrasi substantif yang mampu menghadirkan demokrasi yang mensejahterakan rakyat.
Diakui dalam era sekarang, biaya politik sangat tinggi sampai-sampai ada anggapan untuk bisa menjadi anggota DPR harus mengeluarkan biaya miliaran rupiah. Hal demikian disebut tidak mendidik. Bagi Iskan yang benar adalah anggota DPR terpilih karena ide dan gagasan. “Jadi pemimpin itu adalah orang yang punya ide, pintar, bukan orang yang banyak duitnya,” ucapnya.
Masalah ‘kedua’ yang disebut Iskan adalah, menyelesaikan hubungan antara nasionalisme dan agama (Islam). Kedua hal ini menurutnya harus menyatu. Selama ini ada anggapan di masyarakat seolah-olah kalau orang Islam itu tidak nasionalis dan kalau dia nasionalis tidak Islam. “Ini harus diselesaikan,” tegasnya. Untuk itu dirinya menegaskan kembali saat pidato dalam ST MPR, Presiden harus bisa meyakinkan masyarakat bahwa kita harus bangkit menghadapi persaingan yang sangat besar.
Dalam kesempatan yang sama, Sektretaris Fraksi PAN MPR RI, Saleh Partaonan Daulay, mengakui fungsi MPR saat ini tidak seperti dahulu. “Saat ini hanya melakukan ST dan Sosialisasi Empat Pilar,” tuturnya. Bila hanya demikian maka menurutnya kinerja MPR tak efektif.
Saleh ingin MPR menjadi lembaga efektif dan berdaya guna. Untuk itu dirinya mendorong terjadi penguatan pada lembaga itu. Cara untuk menguatkan MPR ditempuh dengan memgembalikan kewenangan MPR seperti membuat GBHN. Haluan negara diakui sangat penting meski saat ini sudah ada UU RPJPMP.
Diungkapkan bila bangsa ini tidak menggunakan GBHN maka arah pembangunan antarperiode Presiden menjadi tak akur. Dicontohkan Presiden SBY mempunyai visi dan misi pembangunan tersendiri. Pun demikian dalam era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Dalam Periode pertama Presiden Joko Widodo besar-besaran membangun infrastruktur.
“Bila pembangunan dalam era selanjutnya berubah maka akan membuat pembangunan tak berkesinambungan. Untuk itulah perlu ada GBHN sehingga pembangunan ada arah”, tambahnya. GBHN yang ada menurutnya memuat garis-garis besar pembangunan.
Mengoptimalkan kembali MPR, menurut Saleh bisa dilakukan lagi dengan cara perlunya penegasan akan Ketetapan MPR. “Ketetapan MPR perlu difungsikan kembali,” paparnya.
Posisi Ketetapan MPR dalam tata peraturang perundangan yang berlaku di bawah UUD dan di atas UU. Dengan menegaskan ketetapan maka arah program pembangunan dari pemerintah bisa dievaluasi. “Menegaskan kembali fungsi ketetapan inilah maka keberadaan MPR akan menjadi optimal,” tegasnya.
Langkah lain yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan MPR menurut Saleh adalah memberi kewenangan pada MPR untuk menafsirkan UUD. “Bila semua langkah-langkah tadi dilakukan maka ST MPR menjadi optimal,” ujarnya.
Ketua Program Pasca Sarjana Universitas Jayabaya, Jakarta, Lely Arrianie, dalam kesempatan tersebut menyebut untuk mengoptimalkan ST MPR, langkah yang paling penting adalah mengoptimalkan lebih dahulu anggota DPR dan DPD. “Memberdayakan wakil rakyat lebih dahulu sehingga mereka tahu tugas dan fungsinya,” ucapnya.