Jumat 26 Jul 2013 15:57 WIB

Kemarau Basah Dipicu Pemanasan Global

 Seorang petani, Idrus (67) membersihkan sawahnya yang mengalami kekeringan di Desa Lubuk Puar, Padangpariaman, Sumbar. Akibat rusaknya hulu irigasi dan musim kemarau, ratusan hektare sawah di kecamatan itu terancam gagal panen.
Foto: ANTARA
Seorang petani, Idrus (67) membersihkan sawahnya yang mengalami kekeringan di Desa Lubuk Puar, Padangpariaman, Sumbar. Akibat rusaknya hulu irigasi dan musim kemarau, ratusan hektare sawah di kecamatan itu terancam gagal panen.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG --  Kepala Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer Lapan Afif Budiyono mengatakan perubahan iklim dan anomali cuaca yang terjadi saat ini sebagai pengaruh dari pemanasan global.

"Atmosfer sekarang diindikasikan karena ada pemanasan global sehingga kasusnya iklim jadi bergeser atau berubah," kata Afif Budiyono di Kantor Lapan Jalan Junjunan Kota Bandung, Jumat.

Anomali cuaca yang terjadi saat ini juga menimbulkan musim kemarau yang tetap sering turun hujan sehingga disebut musim kemarau basah.

"Istilahnya kalau musim kemarau seperti sekarang namanya kemarau basah. Persis seperti 2010," kata Afif Budiyono.

Menurutnya, penyebab lain pemanasan global semakin menjadi-jadi adalah aktivitas manusia yang menggunakan bahan bakar fosil secara berlebihan.

"Penyebabnya aktivitas manusia, misalnya penggunaan bahan bakar fosil yang berlebihan tidak terkontrol," katanya. Kini sedang gencar dilakukan adalah pengereman emisi gas rumah kaca (GRK).

Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi dapat juga timbul akibat aktivitas manusia. "Emisi GRK itu kebanyakan CO2, CA4. Kalau CO2 itu dari aktivitas manusia. Transportasi, industri, listrik, batu bara, dan lain-lain," kata dia.

Guna menekan pemanasan global yang terjadi, Afif menghimbau agar Indonesia turut berkontribusi menurunkan emisi bahan bakar.

"Indonesia harus berkontribusi untuk menurunkan emisi," kata Afif.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement