REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR RI Herlini Amran mengatakan kebijakan dinas pendidikan Kota Prabumulih Provinsi Sumatra Selatan yang akan menerapkan tes keperawanan bagi seluruh siswi SMA sederajat perlu dipikirkan kembali.
Menurutnya, adanya tes semacam itu belum tentu efektif untuk menangkal perilaku seks bebas. “Perlu digali kembali wacana seperti itu. Apa memang benar efektif?,” kata Herlini ketika dihubungi, Selasa (20/8).
Herlini mengatakan berbeda antara hak mendapatkan pendidikan dengan perilaku moral. Pendidikan itu, kata dia, adalah hak asasi setiap anak bangsa dan tidak bisa dikebiri hanya karena masalah keperawanan.
“Saya tidak setuju jika siswi masuk sekolah harus di tes dulu keperawanannya,” ujar Herlini.
Ia mengatakan penyelesaian masalah moral maraknya seks bebas/prostitusi tidak bisa hanya dengan melakukan tes keperawanan saja. Apalagi, dengan kemajuan teknologi saat ini, sudah ada operasi selaput dara.
“Justru ini jadi tantangan kita semua untuk mengembalikan dan menjaga moral anak bangsa, mulai dari pemerintah,ulama, masyarakat bahkan keluarga juga bertanggung jawab menjaga putra putrinya nya dari seks bebas,” kata Herlini.
Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menyatakan dinas pendidikan sebagai perwakilan pemerintah dalam bidang pendidikan, semestinya membuat terobosan program atau kegiatan yang dapat mengalihkan perhatian siswa siswi ke arah yang positif sehingga tidak ada wakut luang untuk berbuat maksiat.
“Kontrol orang tua terhadap anak-anaknya dan kerja sama dengan pihak sekolah juga sangat penting. Jadi wacana tes keperawanan tersebut bagi siswi-siswi adalah masalah yang menuai masalah, bukan sebagai tindakan preventif menangkal seks bebas,” papar Herlini.