REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Beberapa warga Mesir yang ditemui Washingtonpost mengungkapkan, akan mengajukan banding terhadap pemberitaan bebasnya mantan Presiden Mesir Husni Mubarak. Warga yang ikut dalam revolusi 25 Januari 2011 tersebut pun kecewa atas pembebasan ini.
"Ini akhir dari revolusi 25 Januari,"ujar Walid Ibrahim (29 tahun) seorang penjaga toko buku di Kairo yang turut serta menjadi peserta demonstrasi pada dua tahun lalu. "Karena revolusi 25 Januari adalah melawan rezim Mubarak. Masalahnya, revolusi 25 Januari tidak mendongkel rezim, hanya kepalanya."
Kolega Walid, Mahmud Muhammad (31 tahun) berteriak,"Kami sudah bangun dan sekarang, kami harus kembali ke masa tiga tahun silam,"ujarnya. Seorang pekerja lain menambahkan,"Dia (Mubarak) diadili dengan sistem pengadilannya sendiri."
Seorang pegawai di Kementerian Informasi Mesir Adel Sayed Ahmed menjelaskan, Mubarak memiliki banyak pendukung. Menurutnya, Partai Nasional Demokrat masih ada dan kian bertumbuh sejak kejatuhan Presiden Muhammad Mursi.
"Kebebasan Mubarak akan menjadi kegagalan dari sistem hukum. Seperti kegagalan sistem keamanan untuk melindungi demonstrasi yang damai ujarnya kepada Aljazeera.
Dengan situasi politik yang semakin terbelah sejak 2011 lalu, beberapa warga bahkan menginginkan kembalinya rezim Mubarak yang memperlakukan kekuatan oposisi dengan represif. Praktik korupsi yang terjadi pada pemerintahannya dan berbagai penyimpangan lain sudah terhapus di memori sebagian warga Mesir.
"Di bawah Mubarak, kami memiliki keamanan. Kami merasa aman dengan istri, anak kami bisa berjalan bebas yang sekarang tak lagi kami rasakan,"ujar Muhammad al Laban, seorang sopir yang sedang duduk-duduk dengan kawannya di salah satu kafe di sudut Kairo, kepada Washingtonpost.