Kamis 29 Aug 2013 15:31 WIB

Pemerintah Dukung Pengakuan Hutan Adat

Rep: Meiliani Fauziah/ Red: Nidia Zuraya
Hutan Adat (ilustrasi)
Hutan Adat (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mendorong pemerintah daerah (pemda) membuat kebijakan yang selaras dengan hukum adat. Solusi ini diperlukan agar tercipta hubungan yang harmonis antara masyarakat adat dengan para pemegang izin pemanfaatan lahan.

Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan memastikan bahwa pihaknya masih mencermati areal yang selama ini diklaim sebagai hutan adat dalam pengeloaan konsesi pengusahaan hutan. Akan ada pengkajian menyeluruh sebelum areal tersebut diputuskan untuk dikeluarkan dari pengelolaan Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK). "Kita harus menghormati masyarakat hukum adat, tapi kita juga harus menghormati legalitas yang dimiliki pemegang izin ," ujar Menhut pada acara Lokakarya Nasional tentang Putusan Mahkamah Konstitusi No.35/PUU-X/2012, Kamis (29/8).

Peraturan daerah tentang masyarakat hukum adat diatur dalam Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Peraturan ini dikuatkan dengan putusan MK No.35/PUU-X/2012 yang disahkan Mei lalu. Putusan tersebut menyatakan bahwa hutan adat merupakan hutan negara. Hal ini sesuai dengan tuntutan uji perundang-undangan yang dilayangkan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Kesatuan Masyarakar Hukum Adat Kengerian Kuntu dan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Kasepuhan Cisitu.

Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto berharap keputusan MK bisa memberikan dampak yang berkelanjutan. Selama ini diakui sulit sekali membangun kemitraan antara masyarakat adat dan pihak pemilik izin.

Selanjutnya diharapkan ada kesepakatan mengenai definisi masyarakat adat Indonesia. Hal ini kerap menjadi ganjalan ketika menggarap berbagai kebijakan terkait masyarakat adat. Lalu, perlu ada pemetaan mengenai  pola hidup masyarakat adat yang kebanyakan masih nomaden. "Selama 15 tahun kita tidak pernah memetakan wilayah adat," ujarnya pada kesempatan yang sama.

Lalu, masyarakat adat perlu dilibatkan dalam strategi pembangunan nasional. Agar tujuan ini tercapai, pemerintah daerah harus terlibat aktif dalam melakukan pendekatan dengan masyarakat yang disasar. Terakhir, harus tersedia data dasar termasuk potensi sumber daya domestik agar bisa dimanfaatkan untuk membangun perekonomian masyarakat adat sendiri.

Sampai dengan tahun 2009, terdapat 6.000 laporan terkait konflik kepentingan yang melibatkan masyarakat adat. Konflik tersebut antara lain mengenai kearifan lokal dan verifikasi mengenai hukum adat.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement