Kamis 29 Aug 2013 15:56 WIB

Antara Identitas Islam dan Sekularisme Azerbaijan

Rep: Agung Sasongko/ Red: Citra Listya Rini
Muslimah Azerbaijan (ilustrasi)
Foto: AP
Muslimah Azerbaijan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- Cukup lama Azerbaijan diselimuti komunisme Uni Soviet. Alhasil, Azerbaijan menyandang status negeri atheist. Bubarnya Uni Soviet, lalu berdirinya Republik Azerbaijan merdeka, terlihat ada perubahan yang dialami negara itu.

Perubahan yang signifikan terutama dari sisi spiritual. Di awal berdirinya Republik Azerbaijan, para pemimpin negara tersebut menginginkan satu bentuk negara sekuler yang dekat dengan Barat.

Namun, keinginan itu tidak bisa menghilangkan begitu saja kedekatan historis Azerbaijan dengan imperium Islam selama berabad-abad. Identitas itu masih terjaga kendati ditutupi sekularisme yang didengungkan para politikus. 

Dalam perkembangan itu, ada satu gerakan yang menghendaki Azerbaijan menjadi negara Islam. Hanya saja, proses menuju ke arah tersebut tidaklah mudah. 

"Anda tahu, Azerbaijan adalah negara Islam paling sekuler di dunia," kata pakar sejarah Islam, Universitas Baku, Altay Goyuhsov seperti dikutip Eurasianet, Kamis (28/8).

Menurutnya, masyarakat Azerbaijan memang memegang teguh ajaran agama. Melihat pria berjanggut dengan perempuan berjilbab merupakan hal yang biasa di sini. 

"Masyarakat negara ini mulai mencari ideologi alternatif dan beralih ke agama," kata Elchin Askerov, mantan Wakil Ketua Komite Negara untuk Organisasi Agama.  

Namun, kata dia, Islam bukanlah panduan hidup mutlak di Azerbaijan. Sebagian masyarakatnya ada yang tidak peduli jika kehidupan sosial dan politik negara didikte atau bertentangan dengan ajaran Islam. Terkait konteks itu komentar Askerov sangatlah relevan. 

Di Azerbaijan, tidak ada kampanye anti-alkohol, atau banyak produk berbahan dasar babi bebas diperjualbelikan. Jilbab pun dilarang. Yang menarik, sebuah survei yang dipublikasikan Pusat Penelitian Kaukasus menyebutkan keberadaan agama menjadi penting bagi masyarakat Azerbaijan. 

Pada tahun 2010, hanya 28 persen dari 2.001 responden yang menganggap penting agama. Dua tahun kemudian, jumlahnya menjadi 44 persen dengan jumlah responden yang sama. 

Bila melihat dari gelagat pemerintah Azerbaijan, keinginan memperkuat sekularisme tampak begitu jelas. Mereka tidak memasukan agama dalam kurikulum nasonal. 

Pembangunan masjid harus mendapat izin, dan terdaftar di Departemen Urusan Agama Islam. Literatur agama tidak dijual bebas. Di kalangan masyarakat Azerbaijan sendiri, mereka memang tidak kaku dalam menjalankan identitasnya sebagai Muslim di sebuah negara sekuler. 

Peran orang tua cukup besar dalam hal ini. Mereka tetap membekali anak-anak mereka akan tradisi Islam. Namun, mereka membebaskan anak-anaknya untuk berekspresi. 

"Saya selalu disarankan memelihara janggut dan mendatangi masjid. Bagi saya Islam adalah sesuat yang pribadi. Ini membutuhkan pendekatan logis," kata pakar IT, Farid Ibrahimov. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement