Kamis 29 Aug 2013 17:11 WIB

Pengadilan Militer AS Vonis Mati Prajurit Muslim

Rep: Bambang Noroyono / Red: Citra Listya Rini
Hukuman mati (Ilustrasi)
Hukuman mati (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TEXAS -- Juri Pengadilan Militer menjatuhkan vonis mati kepada bekas prajurit Angkatan Darat Amerika Serikat (AS) Mayor Nidal Malik Hasan, Rabu (28/8) waktu setempat. 

Pria berusia 42 tahun itu dinyatakan telah melakukan pembunuhan di barak militer Fort Hood, Texas 2009 silam. Penuntut Utama Kolonel Mike Mulligan mengatakan, ada dua desakan hukum terhadap terdakwa. 

Pertama, pembunuhan berencana. Nidal dituduh membunuh 13 prajurit di Fort Hood. Tuduhan lain adalah dengan melukai secara sengaja. Sebanyak 32 prajurit cidera dalam aksinya tersebut.

''Dia (Nidal) bukan seorang martir. Tapi pembunuh sadis dan berdarah dingin,'' kata Mulligan dalam keterangan akhir persidangan, Rabu (28/8).

Keputusan juri, menurut dia, adalah pantas. Nidal mengenakan seragam militer saat memasuki ruang sidang. Tangannya, digambarkan Washington Post dalam keadaan terborgol. 

Satuan keamanan menjaga ketat ruang persidangan tertutup itu. Prajurit muslim ini menolak untuk didampingi penasehat hukum. Persidangan akhir itu berjalan selama seharian. 

Sebelum vonis dijatuhkan, Nidal tidak memberikan pembelaan. Hukum militer melarang seorang terpidana mati berpidato pengakuan. Putusan juri datang setelah musyawarh selama dua jam.

Nidal adalah salah satu prajuit muslim di kesatuan angkatan darat Paman Sam. Karier militer putra kelahiran Virginia ini sebenarnya cemerlang. Nidal ditugaskan untuk menjadi seorang psikiater bagi prajurit angkatan darat yang akan menuju perang.Nidal bertugas di barak militer Fort Hood, Texas. 

Dia menjadi pendongkrak mental serdadu AS yang akan dikirim ke medan perang Afghanistan. Tanpa peringatan, pada November 2009, Nidal memberondong para serdadu dengan tembakan. Dalam pembuktian, Nidal dikatakan menembakkan lebih dari 200 tembakan. 

Aksi Nidal tercatat sebagai tindakan paling brutal dalam sejarah militer AS. Sidang Nidal juga mencatatkan rekor sebagai kasus militer paling akbar. Tidak kurang dari 200 saksi dihadirkan, tapi tidak satu pun saksi memihak Nidal. 

Bekas pengacaranya, John Galligan mengatakan, aksi Nidal adalah sisi lain dalam dirinya. Nidal dikatakan dia mengaku ingin menyelamatkan saudara seiman. ''Dia (Nidal) perwira AS yang mengawasi prajurit yang akan menghabisi saudara (seiman) di Afganistan,'' ujar Galligan. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement