REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Suriah memperkirakan serangan militer akan terjadi setiap saat. Mereka pun menyatakan, siap melakukan pembalasan. Saat ini, para ahli PBB yang menyelidiki dugaan serangan gas telah meninggalkan Suriah.
Keberangkatan para pemeriksa itu membuka pintu bagi kemungkinan serangan pimpinan Amerika Serikat setelah Presiden Barack Obama memberikan indikasinya adanya intervensi militer.
"Kami memperkirakan satu serangan akan dilakukan pada setiap waktu. Kami siap membalas pada setiap waktu," kata pejabat yang enggan disebutkan namanya kepada AFP, Sabtu (31/8).
Tim pemeriksa PBB yang beranggotakan 13 orang dan dipimpin Ake Sellstrom meninggalkan hotel mereka di Damaskus dalam satu konvoi sebelum subuh. Mereka memasuki Lebanon beberapa jam kemudian.
Menurut rencana, mereka akan memberikan laporan langsung setibanya di New York kepada Sekjen PBB Ban Ki-moon. Termasuk rincian kesimpulan mereka terkait serangan gas beracun di daerah pinggiran Damaskus pada 21 Agustus.
Pemerintah Obama mengatakan, tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan itu. Dikatakan, laporan intelijennya memberikan bukti kuat pemerintah Seuriah melancarkan serangan senjata kimia yang menewaskan 1.429 orang termausk setidaknya 426 anak-anak.
Pernyataan itu mendapat tanggapan yang menghina dari sekutu dekat Suriah, Presiden Rusia Vladimir Putin. Ia menuding, tuduhan pemerintah Suriah menggunakan senjata kimia sebagai omong kosong.
Prancis memberikan dukungannya pada rencana AS. Dikatakan, satu pesan keras harus dikirim kepada pemerintah Bashar. Tetapi para anggota parlemen Inggris menolak terlibat dalam aksi militer. Sejumlah sekutu AS pun mengatakan tidak akan ikut serta.