REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Daerah (Pemda), banyak yang menjadikan istilah SMA gratis, sebagai alat untuk 'jualan' agar bisa dipilih sebagai kepala daerah.
Mereka mengklaim, akan menggratiskan SMA. Padahal, faktanya SMA gratis sulit untuk dilaksanakan karena pemerintah pusat hanya bisa memberikan anggaran untuk SMA Rp 1 juta pertahun.
"Banyak yang mengklaim akan menggratiskan SMA. Tapi, fakta di lapangannya sampai sekarang belum ada daerah di Indonesia yang bisa menggratiskan," ujar Direktur Pembinaan dan Pengembangan SMA, Harris Iskandar kepada Republika, Ahad (8/9).
Menurut Harris, SMA tidak mungkin digratiskan kecuali ada peran aktif dari Pemda dan masyarakat. Sebab, dari hasil penelitian Balitbang Kemendikbud, biaya kebutuhan untuk sekolah siswa SMA di Indonesia, rata-rata mencapai Rp 2-3 juta setiap anaknya. Bahkan, kalau tinggal di kota besar, kebutuhannya akan lebih.
"Jadi, bantuan Rp 1 juta dari pusat ga akan cukup untuk menggratiskan. Daerah, harus menghitung dulu costnya satu anak berapa. Kisarannya, bisa Rp 2 sampai 5 juta," katanya.
Harris menilai, istilah sekolah gratis tersebut memang sangat identik dengan bahasa politik. Jadi, Kemendikbud menghindari pemakaian istilah tersebut. Istilah yang lebih tepat digunakan, adalah pendidikan yang terjangkau.
"Lebih pas dan akurat kalau istilahnya pendidikan terjangkau. Pemerintah kan bantu siswa miskin, guru juga sarana," kata Harris.