REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penantian panjang itu berakhir. Rindu akan gelar juara yang telah dinanti-nantikan selama 22 tahun terbayar di Sidoarjo pekan lalu.
Melalui sentuhan tangan dingin pelatih Indra Sjafri, tim nasional U-19 Indonesia berhasil keluar sebagai juara Piala AFF U19 2013.
Lalu, bagaimana perjuangan Indra Sjafri hingga akhirnya berhasil memberikan gelar untuk Indonesia? Berikut wawancara eksklusif wartawan Republika, Satria Kartika Yudha, dengan pelatih Indra Sjafri.
Bagaimana kisah awal Anda membentuk The Winning Team ini?
Semua itu berawal pada tahun 2011. Saat itu saya mendapat tugas pertama dari PSSI menjadi pelatih U-16 untuk mengikuti kualifikasi Piala Asia U-16 2012. Kami gagal lolos karena hanya menempati peringkat tiga Grup G.
Masalahnya karena saat itu tidak memiliki kesempatan mencari pemain pilihan saya sendiri. Hanya disodorkan pemain oleh PSSI. Jadi, pemain-pemain itu yang saya bawa untuk ikut kualifikasi di Bangkok. Belajar dari kegagalan itu, saya berinisiatif mencari pemain ke segala penjuru Tanah Air
Mulai kapan Anda 'blusukan' untuk mencari pemain-pemain berbakat di Indonesia?
Mulai gencar ketika saya dipercaya mendampingi timnas U-17 untuk mengikuti turnamen invitasi federasi sepak bola hongkong, HKFA 2012. Alhamdulillah, mereka berhasil juara dan juga sukses mempertahankan gelar pada turnamen tahun 2013 di level U-18.
Lalu, bagaimana peran PSSI mendukung program talent scouting Anda?
Jujur, saat itu sangat bermasalah dengan pendanaan. Krisis dan konflik PSSI membuat saya kesulitan mendapat sokongan dana. Tapi saya, sebagai pelatih yang memiliki beban tanggung jawab, mencoba mencari cara. Saya tidak mau pasrah dengan keadaan. Saya harus punya inovasi.
Saya mencoba menyentuh para pegiat dan pemerhati sepak bola di daerah seperti pengurus SSB, Pengcab, Pengprov. Saya menyampaikan niat bahwa saya ingin melihat potensi pemain di daerah mereka. Alhamdulillah, mereka mau membantu biaya perjalanan saya.
Idealnya untuk menemukan bakat-bakat bisa dilihat dari kompetisi. Tapi, kompetisi usia muda kita tidak aktif. Padahal, saya sangat ingin semua anak negeri diberikan kesempatan. Supaya tim nasional ini memang mewakili pemain-pemain terbaik Indonesia. Dan juga supaya orang-orang berdoanya dari Sabang sampai Merauke.
Apa ada faktor lain yang membuat Anda begitu antusias untuk melakukan talent scouting?
Iya ada. Semua itu berawal dari sakit hati saya ketika masih jadi pemain dan berhasil masuk tim Pra Pon Sumatera Barat pada tahun 1985.
Saat itu saya berkeyakinan memiliki potensi untuk masuk tim nasional, tapi saya tidak memiliki kesempatan. Tidak ada pemandu bakat dari PSSI ataupun pelatih timnas kala itu yang datang memantau ke daerah kami.
Dan ketika saya sekarang menjadi pelatih, saya tidak mau mengulangi kesalahan yang sama. Ke langit pun pemain akan saya cari.
Seperti apa metodenya?
Modelnya ada dua. Pertama mengunjungi daerah-daerah bersama para pemain timnas untuk melakukan uji coba dengan tim lokal.
Ini bertujuan untuk membandingkan pemain yang sudah ada dengan pemain yang akan diseleksi. Tujuan lainnya juga untuk memberikan pengalaman kepada para pemain yang sudah terpilih.
Kami sempat mengunjungi Yogyakarta, Ngawi, Pasuruan dan sekitarnya. Cukup melelahkan karena ditempuh dengan perjalanan darat.
Model kedua adalah saya berangkat sendiri. Sebab, kalau selalu dengan metode pertama, biaya akan membengkak. Jadi, di sini saya melihat para pemain yang sedang mengikuti pertandingan lokal.
Siapa saja pemain timnas U-19 saat ini yang merupakan hasil 'blusukan' Anda?
Ada banyak. Pemain bek contohnya adalah Fatchurohman, Sahrul Kurniawan, I Putu Gede. Pemain tengah seperti Hargianto, Zulfiandi, Evan Dimas. Di depan contohnya Muchlis Hadi. Kiper Ravi Murdianto.
Muchlis Hadi misalnya. Saya menemukan bakat dia saat timnas melakukan uji tanding dengan tim lokal, Persekab Pasuruan, pada tahun 2012.
Bagaimana Anda mengembangkan permainan tim akhirnya bisa menjadi juara Piala AFF U-19?
Selain tentunya program latihan, saya mencoba mempertahankan pemain yang sudah saya dapatkan. Walaupun memang juga ada yang keluar masuk, tapi tidak ada perombakan berarti.
Komposisi pemain nyaris sama seperti terakhir kali kami menjuarai turnamen HKFA 2013. Contohnya adalah Ravi Murdianto, Rully Desrian, Fatchurohman, Sahrul Kurniawan, I Putu Gede, Hargianto, Evan Dimas, Paulo Sitanggang, Ilham Udin, Muchlis Hadi.
Pengalaman bermain bersama sejak lama itu yang membuat mereka kompak.
Selama mengarungi gelaran Piala AFF, fisik pemain terlihat prima. Apa memang fisik mereka sudah bagus ketika pertama kali direkrut atau memang ditingkatkan?
Kita memang memakai standar tinggi untuk mengukur daya tahan pemain. Kami mencari pemain yang memiliki VO2max (tingkatan mengukur stamina) dengan standar asia, yakni 55.
Tentu tidak semua langsung memenuhi standar. Ada yang 50, ada yang 52. Yang paling tinggi saat pertama kali tes adalah Evan Dimas, Vo2max dia mencapai 60. Kami tingkatkan dengan latihan teratur dan makan teratur.
Sebelum turun di Piala AFF, pemain timnas menjalani persiapan selama tiga bulan. Bagaimana Anda menjaga mood pemain dan apakah ada momen yang paling mengharukan?
Karena mereka jauh dari orang tua, maka saya harus bisa berperan sebagai orang tua kedua mereka.
Salah satu momen paling mengharukan adalah ketika malam takbiran. Para pemain banyak yang nangis karena rindu orang tua. Bahkan, ada banyak juga yang tak mau mengangkat telepon dari orang tua masing-masing. Mereka takut orang tua mereka sedih kalau mendengar suara anaknya.
Di pagi hari pas lebaran, akhirnya saya mengajak mereka untuk jalan-jalan ke Candi Borobudur.
Anda menjadi pelatih pertama yang berhasil menjuarai Piala AFF, Bagaimana perasaannya?
Tentu ini adalah kebanggaan. Bukan hanya kebanggan saya pribadi dan tim, tapi juga kebanggaan bangsa. Kita semua tahu, Indonesia sebelumnya tidak pernah juara selama 22 tahun pada ajang resmi setelah terakhir kali di SEA Games 1991.
Semoga ini bisa menjadi momentum kebangkitan sepak bola Indonesia. Saya mengucapkan terima kasih kepada masyarakat yang selalu mendukung dan mendoakan perjuangan kami
Target selanjutnya?
Terdekat kita akan menghadapi kualifikasi Piala Asia U-19 2014 pada Oktober ini. Dengan momentum kemenangan kemarin, kami yakin akan-anak bakal melangkah dengan lebih percaya diri. Sebab, mereka sudah berhasil melewati turnamen AFF yang sangat ketat kemarin.
Insya Allah kita bisa, target pertama tentunya adalah lolos kualifikasi terlebih dahulu. Kami akan kembali berlatih tanggal 27 September di Stadion Gelora Delta Sidoarjo.
Komposisi pemain?
Sebenarnya dari tiga bulan persiapan sebelum turun di AFF, kami sudah mengantongi 31 nama pemain. Kuota pemain di kualifikasi Piala Asia lebih banyak yakni 23 pemain. Tentu, dari daftar 20 pemain yang ikut AFF kemarin, bisa saja ada yang keluar dan digantikan dengan yang lain.
Visi Anda dalam memandang sepak bola?
Prinsip saya sih sederhana, hanya dua. Berusaha keras mencetak gol sebanyak-banyaknya dan jangan sampai kebobolan. Tidak perlu kita meminta pemain untuk bermain cantik dengan meniru tiki taka ala Barcelona. Orang-orang kita bakal mumet sendiri.
Bagaimana mempertahankan performa pemain?
Itu memang sudah kami bahas dengan PSSI. Tim ini juga diproyeksikan untuk SEA Games 2017. Saya sudah berdiskusi dan meminta kepada PSSI untuk terus memberikan jam terbang kepada pemain dengan mengikuti segala kompetisi internasional.
Kita juga jangan lagi beruji coba dengan tim-tim lokal. Bila perlu kita meniru program-program di negara lain dengan menjalani tur Asia bahkan Eropa.
Bagaimana pandangan Anda terkait pembinaan usia muda di Indonesia?
Yang paling saya perhatikan adalah bahwa para pelatih usia muda yang ada di Indonesia kebanyakan tidak menyiapkan faktor non-teknis.
Kebanyakan lebih fokus meningkatkan kemampuan individu pemain, padahal attitude pemain juga harus diperhatikan. Jangan sampai pemain bisa jadi idola tapi tidak bisa jadi panutan. Ini tugas semua pelatih tim usia muda dan juga saya tentunya.