REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kantor Perwakilan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta meminta kalangan masyarakat mewaspadai potensi peredaran uang palsu menjelang Pemilu 2014.
"Pada 2013 merupakan saat gencar-gencarnya kampanye menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 sehingga diprediksi rawan potensi pemalsuan uang," kata Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Causa Imam Karana di Yogyakarta, Rabu (25/9).
Dia menyarankan kalangan masyarakat DIY agar terus mempraktikkan prisnsip yang selalu disosialisasikan oleh Bank Indonesia, yakni diraba, dilihat, dan diterawang (3D) pada setiap pecahan uang yang diterima.
"Kami selalu meningkatkan pengawasan bekerja sama dengan pihak kepolisian apalagi menjelang Pemilu 2014, dan mendorong kalangan masyarakat untuk selalu menerapkan prinsip 3D setiap menerima uang tunai," ujar Imam.
Meskipun telah gencar disosialisasikan, kata dia, prinsip 3D tersebut masih belum optimal dipraktikkan oleh kalangan masyarakat setempat yang sebagian karena terburu-buru atau malas. Padahal metode tersebut bukan hal yang sulit bagi masyarakat awam.
Menurut Imam, potensi terjadinya pertukaran uang palsu tersebut biasanya di sentra-sentra aktivitas kalangan masyarakat seperti pertokoan, pasar, dan tempat-tempat ramai lainnya.
Peredaran uang palsu biasanya rawan terjadi menjelang hari-hari besar yang dapat berpotensi memicu transaksi ekonomi kalangan masyarakat meningkat.
Potensi peningkatan peredaran uang palsu, kata dia, diperkirakan dari jumlah peredaran uang palsu selama 2012 di DIY yang mencapai 1.310 lembar yang meningkat 67 persen dari 2011 yang mencapai 432 lembar.
"Rata-rata pemalsuan uang dilakukan pada uang dengan besaran Rp 50 ribu dan Rp100 ribu, sedangkan pada 2012 paling banyak ditemukan pemalsuan pada besaran uang Rp 50 ribuan," kata Imam.