REPUBLIKA.CO.ID,NEW YORK -- Lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB telah sepakat dalam resolusi PBB atas Suriah yang tidak akan menyertakan kekuatan militer. Dewan Keamanan akan membahas draft resolusi yang diperkirakan bisa diselesaikan pada Jumat (27/9) ini.
Kesepakatan itu mematahkan kebuntuan selama 2,5 tahun di PBB untuk membuat resolusi Suriah. Rusia dan Cina tiga kali memblokir resolusi yang digagas oleh negara Barat di dewan keamanan untuk melawan Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Dewan keamanan mulai mendiskusikan draf resolusi pada Kamis malam waktu setempat. Sebelum pertemuan, Moskow dan Washington tidak sepakat dengan kalimat yang ada dalam draf.
Pemerintah AS yang didukung Prancis dan Inggris mendesak adanya ancaman militer dalam resolusi PBB. Namun, Rusia tidak sepakat. Akan tetapi, kesepakatan telah dicapai pada Kamis waktu setempat.
Diplomat AS untuk PBB, Samantha Power mengkonfirmasi kesepakatan lewat akun Twitter. "Draf menegaskan penggunaan senjata kimia Suriah merupakan ancaman perdamaian dunia dan keamanan, serta membuat aturan baru melawan penggunaan senjata kimia," ungkapnya dikutip BBC.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov membenarkan kesepakatan telah dicapai. Dia mengatakan kesepakatan tersebut tidak melaksanakan dengan segera bab tujuh dalam piagam PBB yang mengizinkan penggunaan kekuatan militer.
Resolusi kedua PBB akan mengizinkan penggunaan militer jika dibutuhkan. Meski demikian, otoritas senior AS menggambarkan kesepakatan tersebut merupakan terobosan. Resolusi dinilai membuat jelas kegagalan rezim Assad untuk memenuhi kesepakatan akan memiliki konsekuensi.
Otoritas AS dan Rusia mengatakan jajak pendapat untuk resolusi akan dilakukan pada Jumat petang.