REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar masih menyangkal menerima suap meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka penerima suap terkait dua kasus sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas dan Kabupaten Lebak hingga pemeriksaan Kamis (3/10) sore.
"Sejauh ini AM masih menyangkal. Wajar kalau seorang tersangka menggunakan hak ingkar, itu bukan hal luar biasa," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Akan tetapi, Bambang yakin hal ini tidak akan menghambat penyidikan karena KPK telah bekerja sama dengan Mahkamah Konstitusi dengan melakukan penandatanganan untuk upaya paksa lainnya yang bersikap penggeledahan, penyitaan, dan bahkan pencekalan untuk pihak lain sehingga hal tersebut bisa mendukung pengembangan kasus ini.
"Sampai saat ini semua masih mengarah pada AM (Akil Mochtar), masih konsentrasi pada AM belum yang lainnya. KPK memberikan fokus pada apa yang sudah ditangani, tetapi akan terus mengembangkan," jelas Bambang.
Penyidik KPK telah melakukan penggeledahan terhadap ruang kerja Akil Mochtar di lantai 15 Gedung MK, Kamis sekitar pukul 17.00. KPK juga telah menyegel rumah dan mobil dinas milik Akil.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Patrialis Akbar yang juga hadir di Gedung KPK mengatakan bahwa MK sangat menghormati proses hukum yang dilakukan oleh KPK.
"Inilah bagian dari tugas KPK. Jadi, kita hormati kawan-kawan KPK untuk melakukan tindakan-tindakan seperti ini, MK akan membuka akses seluas-luasnya untuk KPK," jelas Patrialis yang menjadi utusan MK untuk mengikuti jumpa pers bersama pimpinan KPK.
Menurut Ketua KPK Abraham Samad, KPK menetapkan enam tersangka untuk kasus Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan Kabupaten Lebak, Banten, setelah melalui proses pemeriksaan dan ekspos.
Untuk kasus sengketa Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah, KPK menetapkan AM (Akil Mochtar) dan CN (Chairun Nisa) sebagai tersangka penerima suap.