REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG — Upaya darurat untuk menyelamatkan bangunan gedung peninggalan Sarekat Islam (SI), di kampung Gendong, Sarirejo, Kecamatan Semarang Timur mulai dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang.
Sejumlah material dan berbagai peralatan sudah didatangkan di lokasi untuk segera dilakukan pekerjaan darurat guna menyelamatkan gedung yang kondisinya sudah rusak parah ini.
Koordinator Komunitas Pegiat Sejarah (KPS) Semarang, Rukardi mengatakan, tahap awal pekerjaan yang akan dilakukan petugas Dinas tata Kota dan Permukiman Pemkot Semarang adalah penguatan konstruksi bangunan.
"Terutama konstruksi atap yang sudah membahayakan. Sebagian besar kayunya sudah lapuk dan tampak melengkung," ujarnya, usai menggelar tasyakuran, di lokasi gedung SI, Senin (7/10).
Selain penguatan sejumlah konstruksi, ia melanjutkan, juga akan dilakukan beberapa perbaikan pada bagian atap bangunan yang 60 persen sudah mulai rusak. Sehingga tidak ada lagi atap yang bocor.
Rukardi menambahkan, pihaknya sangat mengapresiasi langkah Pemkot Semarang ini. Sebab gedung peninggalan SI ini memiliki nilai sejarah cukup tinggi, tak hanya di lingkup nasional bahkan internasional.
Gedung yang dibangun pada 1919 ini memiliki catatan sejarah yang luar biasa. Gedung ini pernah menjadi simbol pergerakan tiga ideologi besar yang sempat mewarnai catatan sejarah bangsa ini.
Yakni ideologi Islam, ideologi Nasionalis dan ideologi Marxis. Dalam penelusuran sejarah, gedung ini pernah digunakan Semaun –tokoh berhaluan marxisme— untuk merancang pemogokan besar-besaran di Semarang.
"Seperti kita ketahui, pemogokan buruh yang akhirnya meluas di kota besar di Jawa dan teresar di Hindia Belanda sebagai bentuk perlawanan terhadap bangsa kolonial," katanya menjelaskan.
Gedung ini, masih jelasnya, juga menjadi saksi Tan Malaka berproses, dengan mendirikan sekolah SI yang 'memberontak kurikulum pendidikan Belanda.
Sementara SI merupakan sebuah pergerakan nasional paling awal dalam melawan politik kolonialisme, sebelum pergerakan yang lebih masif Budi Utomo lahir di negeri ini.
"Ini menunjukkan Pemkot Semarang sangat peduli dengan sejarah dan keberadaan cagar budaya yang pernah mewarnai Kota Semarang ini," kata Rukardi menambahkan.
Salah seorang warga, Agus Harsoyo juga sangat mengapresiasi langkah Pemkot Semarang ini. Menurutnya, selain memiliki makna sejarah, gedung SI ini juga sempat menjadi pusat aktivitas warga kampung Gendong.
Gedung ini pernah digunakan sebagai tempat ibadah, tempat latihan (dojo) Judo, tennis meja, kuliah minggu pagi dan shalat Jumat.
"Warga umumnya berharap gedung ini dapat dipertahankan dan tidak roboh. Karena bagi kami, gedung ini memiliki kenangan masa kecil yang banyak, tambah putra mantan Ketua Yayasan balai Muslimin (Yabami) ini," tuturnya..
Sementara itu, dalam acara tasyakuran yang digelar KPS Semarang bersama warga, pengurus Yabami –yayasan pengelola gedung peninggalan SI ini— tidak tampak hadir.