REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Hasyim Muzadi, melihat ada tiga kejanggalan dalam kasus yang menerpa Mahkamah Konstitusi, terutama terkait tertangkapnya Akil Mochtar, beberapa waktu lalu.
“Ada tiga 'keajaiban' yang terjadi dalam kemelut MK serta hubungannya dengan penangkapan oleh KPK terhadap Akil Mochtar,” kata Hasyim Muzadi, Kamis (10/10).
Kejanggalan pertama, menurutnya, soal keberadaan narkoba di kantor Akil yang ditemukan setelah ia tertangkap tangan KPK di kediamannya. “Pertama, bagaimana bisa terdapat narkoba di kamar kerja Akil Mochtar, padahal yang bersangkutan tidak mengkonsumsi narkoba ? Siapa yg melakukan dan apa maunya ?” katanya.
Pengasuh pondok pesantren Al-Hikam Malang dan Depok ini menduga ada pihak yang sengaja memanfaatkan kesempatan tertangkapnya Akil untuk merusak citra MK secara lembaga dan Akil sebagai individu penegak hukum. “Logikanya, tentu ada fihak yang 'numpang perkara' dalam kemelut ini. Sebenarnya tidak banyak pihak yang punya kemampuan 'numpang dalam kemelut', karena hal tersebut perlu kelihaian dan kesempatan ekstra. Yang punya kelihaian ekstra seperti ini di negeri pertiwi tidaklah banyak,” katanya.
Sayangnya, jelas Hasyim, pihak terkait dengan masalah ini kerap tak serius mengungkap kejanggalan yang terjadi. “Anehnya lagi untuk hal semacam ini yang berkewajiban mengusut seringkali tidak berselera mengusut, sekalipun didesak masyarakat banyak, dan lama-lama tidak dibicarakan lagi,” katanya.
Kejanggalan kedua, tambah Hasyim, bupati Gunung Mas yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK terkait suap terhadap Akil ternyata dimenangkan oleh MK dalam kasus sengketa pilkada. “Sekalipun Bupati Gunung Mas tertangkap basah oleh KPK melakukan penyuapan terhadap Akil Mochtar, perkara sengketa pilbub tetap menang disidang MK . Luar biasa,” jelasnya.
Terkait itu, Hasyim menyimpulkan, jika MK berdiri sendiri, tanpa bersinergi dengan KPK atau DKPP, BPK dan PPATK, pasti kebobolan keuangan negara tidak terbendung. “Akan semakin banyak oknum yang mencuri uang negara untuk mencuri suara, dan itu bisa "dirapikan" secara administratif formal,” paparnya.
Kejanggalan ketiga, lanjut Hasyim, adalah soal sikap Susilo Bambang Yudhoyono yang segera berniat menerbitkan Perppu tak lama setelah Akil tertangkap tangan oleh KPK. “Tumben presiden buru-buru berinisiatif bikin Perppu. Perppu memang dimungkinkan oleh UUD dalam suasana tertentu,” katanya.
Lebih aneh lagi, tambah Hasyim, MK buru-buru merasa keberatan terhadap sikap presiden dan berharap ada pihak yang mengajukan yudicial review agar MK bisa membatalkan Perppu tersebut, jika benar-benar lahir. Kalangan DPR banyak yang keberatan, kecuali Partai Demokrat tentunya. Kita sebut tumben karena tidak biasanya presiden bertindak cepat,” ujarnya.