REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi II DPR RI, Malik Haramain mengatakan semua fraksi di DPR setuju politik dinasti harus dilarang.
Anggota Komisi II DPR sudah menyetujui usulan pemerintah dalam RUU Pilkada, Pasal 12 Huruf (p) yang berbunyi, calon gubernur tidak boleh memiliki ikatan perkawinan, garis keturunan lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping dengan gubernur, kecuali ada selang waktu minimal satu tahun.
"Pada prinsipnya semua fraksi sudah setuju dengan bunyi pasal tersebut. Beberapa kali lobi di panja, tidak ada lagi perdebatan tentang pasal itu," kata Malik di Gedung DPR RI, Kamis, (17/10).
Keluarga maupun kerabat 'incumbent', terang Malik, tetap diberi kesempatan setelah jeda lima tahun atau setelah satu periode jabatan incumbent tersebut. Ini perlu dilakukan untuk memberikan hak politik warga negara sebab kerabat incumbent juga memiliki hak tersebut.
Malik berkata, praktik dinasti politik sudah pasti diatur dalam RUU Pilkada. Baik semua fraksi dan pemerintah sudah sepakat.
Terkait pilkada tingkat kabupaten/kota, kata Malik, terdapat usulan agar tidak ada selang waktu dalam pemilihan calon walikota/bupati yang memiliki hubungan darah dengan pimpinan sebelumnya. Namun, syaratnya berbeda wilayah kepemimpinan, tidak boleh satu daerah.
"Ini masih usulan, masih akan dibahas lagi. Minggu kami akan melakukan lobi lagi untuk menentukan mekanisme pemilihan bupati/walikota, targetnya masa sidang ini, RUU Pilkada bisa segera rampung," kata Malik.
Pada dasarnya, lanjut Malik, politik dinasti harus dihilangkan sebab politik ini dimanfaatkan incumbent dan anggota keluarganya untuk mempertahankan kekuasaan dan jabatan. Ini tidak baik untuk perkembangan demokrasi.