CANBERRA -- Cacat fisik tidaklah menjadi kendala bagi seseorang untuk terus memperkaya diri dengan ilmu baru. Itulah yang dilakukan oleh Jaka Ahmad, seorang tunanetra yang sekarang sedang melanjutkan S2 di bidang kerja social (social work) di Universitas Flinders di Adelaide (Australia).
Jaka sudah hampir setahun berada di Australia karena mendapatkan beasiswa dari pemerintah Australia lewat ADS. “Saya mendaftar lewat jalur biasa, dan setelah melewati proses seleksi normal akhirnya mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi di Adelaide.” Kata Jaka kepada ABC Internasional, pekan lalu.
Walau tidak dilahirkan dalam keadaan tunanetra, namun pria yang dilahirkan di Jakarta ini sejak kecil sudah mengalami gangguan penglihatan dimana dia hanya memiliki kemampuan melihat terbatas (low vision).
“Ketika saya masih sekolah, memang sudah mengalami kesulitan untuk melihat dengan jelas. Namun baru sejak 10 tahun terakhir ini, saya tidak bisa melihat lagi secara total.” Kata Jaka yang sehari-hari bekerja di Pusat Kajian Disabilitas Universitas Indonesia di Jakarta.
Dalam pekerjaan sehari-hari Jaka banyak berhubungan dengan instansi pemerintah maupun swasta untuk memberikan advokasi bagaimana berbagai instansi ini bisa mengakomodasi para pekerja yang mungkin memiliki “kecacatan”.
Sebelum itu, dengan penglihatan terbatas, Jaka mampu menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi yaitu di Universitas Sahid Jakarta jurusan komunikasi.
Dari mana kemampuan bahasa Inggris yang dimilikinya sehingga bisa membawanya ke Australia. “Saya belajar bahasa Inggris dari radio dengan banyak mendengar. Sehingga banyak kosa kata merupakan istilah-istilah dalam music dan film. “ kata pria yang berusia 37 tahun tersebut.
Jadi Pelawak
Pekan lalu di Adelaide, Jaka tampil dalam acara penggalangan dana bagi organisasi Australia Indonesia Associaton, organisasi sosial yang mempertemukan warga Australia dan Indonesia di Adelaide yang memiliki hubungan dengan Indonesia.
Selama 10 menit, Jaka yang juga dikenal dengan nama Jack menghibur hadirin dengan humor-humor yang ditampilkannya dalam bahasa Inggris yang fasih.
“Ini untuk pertama kali saya tampil di depan umum melawak dalam bahasa Inggris. Selama ini saya hanya melawak di depan teman-teman saja.” Kata Jaka lagi.
Dalam membuka lawakannya, Jaka mengatakan karena namanya adalah Jack, dia tidak mau dipanggil ketika sedang duduk dalam pesawat dengan panggilan “Hi Jack”. Karena bila disatukan, hijack berarti penyanderaan.
Menurut Jaka, dia adalah salah satu dari lima orang mahasiswa asal Indonesia yang memiliki “kecacatan” yang sekarang sedang belajar S2 di Australia.
Salah satu pengalaman menariknya ketika belajar di kota Adelaide ini adalah bahwa dia tinggal bersama dengan mahasiswa yang bukan berasal dari Indonesia. “Saya satu rumah dengan dua warga Australia dan satu orang asal Filipina. Dan dalam interaksi sehari-hari mereka banyak membantu namun dalam waktu bersamaan membiarkan saya mandiri.” Kata Jaka.
Dicontohkannya, misalnya bila sedang memasak, Jaka mungkin secara tidak sengaja menumpahkan masakan ke lantai, teman-temannya akan memberitahu.
“Mereka akan mengatakan Jaka makanan kamu jatuh ke lantai di sebelah kanan atau kiri. Jadi saya bisa kemudian membersihkan sendiri. Saya malah lebih senang seperti ini karena dengan itu saya bisa belajar lebih mendiri. “ kata Jaka lagi.
Bagaimana Jaka mendapatkan informasi dari kuliah yang dijalaninya?
“Saya menggantungkan diri pada laptop saya yang bisa mengubah tulisan menjadi suara. Programnya bernama Jaws for windows. Jaws adalah kepanjangan dari Job application with speech. Jadi setiap kali saya menerima email misalnya, program ini kemudian mengubahnya menjadi suara sehingga saya bisa mengetahui isinya.” Kata Jaka lagi.