REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Menperin MS Hidayat mengatakan sekitar 500 pabrik tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia membutuhkan mesin baru untuk meningkatkan daya saing di pasar domestik maupun ekspor. "Ada 500 dari sekitar 1.500 pabrik tekstil yang perlu direvitalisasi karena usia mesinnya sudah tua, 25 tahun, dan teknologinya sudah ketinggalan," katanya di sela rapat koordinasi nasional Kadin Indonesia Bidang Logistik dan Perhubungan di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (24/10).
Selama ini, kata dia, Indonesia mengandalkan impor mesin untuk pabrik tekstil. Sayangnya, impor mesin tekstil tersebut sebagian besar berasal dari Cina yang merupakan pesaing utama TPT Indonesia di pasar global maupun domestik. TPT sendiri merupakan salah satu pemberi kontribusi ekspor nonmigas yang besar dengan net-ekspor mencapai sekitar lima miliar dolar AS.
Namun, kata dia, ke depan Pemerintah berupaya agar industri permesinan untuk pabrik tekstil dan sepatu juga ada di Indonesia. "Kami memberikan tax holiday berupa pembebasan PPh selama 10 tahun dan bea masuk barang modal yang diperingan untuk investasi industri permesinan, khususnya mesin tekstil dan sepatu," kata Hidayat.
Saat ini, pihaknya tengah mempelajari kemungkinan investasi di bidang permesinan dari Taiwan dan Jepang. "Sedang kami seleksi," ujarnya.
Diakuinya struktur industri yang dibangun di Indonesia belum kuat meskipun pada masa Orde Baru, pertumbuhan industri mencapai dua digit. Hal itu, kata dia, karena setiap ada pertumbuhan industri, juga diiringi impor yang tinggi untuk barang modal dan bahan baku penolong. Oleh karena itu, sejak tiga tahun terakhir, lanjut Hidayat, Pemerintah berupaya mengurangi impor dengan membangun industri logam dasar, petrokimia, permesinan, dan hilirisasi di dalam negeri.