Kamis 24 Oct 2013 14:51 WIB

KPU: Tanpa Data dari Bawaslu, Sulit Bersihkan DPT

Rep: Ira Sasmita/ Red: Dewi Mardiani
Daftar Pemilih Tetap (DPT)
Foto: Antara
Daftar Pemilih Tetap (DPT)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda penetapan daftar pemilih tetap (DPT) nasional pemilu 2014 hingga 4 November 2013 atas rekomendasi Badan Pengawas Pemilu. Tanpa data detail dan spesifik dari Bawaslu, perbaikan DPT dikatakan KPU sulit dilakukan.

"Kami meminta Bawaslu berikan data yang dianggap bermasalah itu secara detail, by name, by address. Bukan hanya jumlah dan gelondongan saja, sehingga KPU bisa lakukan perapian data," kata Komisioner KPU Sigit Pamungkas, Kamis (24/10).

Menurut Sigit, rekomendasi Bawaslu disusun berdasarkan data yang dikonsolidasikan Bawaslu. Berdasarkan tiga rekomendasi yang diberikan kepada KPU, pada 11 Oktober, 18 Oktober, dan tanggal 23 Oktober menurut Sigit rekomendasi itu tidak pernah disandarkan pada data pascapenetapan DPT di tingkat kabupaten/kota atau provinsi.

"Data-data itu bukan data aktual, bukan data observasi pascapenetapan DPT. Tapi karena itu sudah jadi rekomendasi tidak ada pilihan lain bagi KPU untuk melaksanakannya," ujarnya. Jika rekomendasi Bawaslu hanya menyertakan data rekapitulasi berupa gelondongan angka, menurut Sigit, akan sulit bagi KPU untuk memastikan pembersihan data sesuai dengan yang diinginkan Bawaslu.

Data yang lebih spesifik dari Bawaslu, menurut Sigit, akan digunakan KPU untuk memastikan langsung pemilih yang dinilai bermasalah telah atau belum masuk ke dalam DPT. Jika telah masuk dalam DPT, KPU akan mengecek apakah lima variabel pemilih, yakni nama, jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, alamat, dan NIK telah terpenuhi.

Ketua Bawaslu Muhammad sebelumnya menyampaikan rekomendasi Bawaslu atas perkembangan DPT yang ditetapkan KPU. Bawaslu, menurutnya, masih menemukan fakta DPT bermasalah di beberapa daerah yang dikhawatirkan akan menimbulkan persoalan baru pada tahapan pemilu selanjutnya.

Bawaslu masih menemukan kecenderungan penetapan DPT yang direkapitulasi di tingkat nasional tidak sinkron dengan data di kabupaten/kota dan provinsi. Perkembangan jumlah dari DPS, menjadi DPSHP hingga DPT juga dinilai Bawaslu tidak wajar di beberapa daerah. Karena terjadi perubahan jumlah pemilih yang signifikan, maka dikhawatirkan terjadi penggelembungan data pemilih.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement