Selasa 29 Oct 2013 05:02 WIB

KPU Minta Protes Terhadap DPT Dilengkapi Data

Rep: Ira Sasmita/ Red: Mansyur Faqih
 Ketua KPU Husni Kamil Manik, meluncurkan daftar pemilih sementara secara online melalui website KPU, di Jakarta, Selasa (16/7).     (Republika/Adhi Wicaksono)
Ketua KPU Husni Kamil Manik, meluncurkan daftar pemilih sementara secara online melalui website KPU, di Jakarta, Selasa (16/7). (Republika/Adhi Wicaksono)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik mengatakan, kritik dan protes terhadap daftar pemilih tetap (DPT) merupakan bagian dari berjalannya demokrasi. Namun, kritikan tanpa disertai data tak akan memberikan kontribusi dalam perbaikan DPT.

"Pihak lain mengkritisi dan menganggap data KPU belum benar, kalau memiliki data pembanding silakan berikan datanya. Jadi kami bisa langsung perbaiki untuk kebaikan bersama," kata Husni di Jakarta, Senin (28/10).

Menurut Husni, kritikan sebatas asumsi dan penilaian tidak akan membantu perbaikan yang penetapannya secara nasional ditunda hingga 4 November nanti. Jika partai politik, masyarakat, dan lembaga pengawas mengatakan data KPU belum benar dan bermasalah, sebaiknya disertakan data pembanding atau data temuan yang menunjukkan masalah tersebut. Karena, asumsi kadang tidak selalu sama dengan fakta di lapangan.

Misalnya, seperti ditemukan KPU di Kota Singkawang, Kalimantan Barat pemilih bernama Pocong. Selama ini, banyak pihak meributkan akan muncul pemilih siluman dengan nama yang direkayasa, seperti pocong, kuntilanak, dan nama aneh lainnya.

Nyatanya, di Singkawang memang ditemukan nama pemilih Pocong, lengkap dengan nomor kartu keluarga (NKK) dan foto. "Itu kalau dibaca atau dianalisis pasti mengada-ada. Padahal di lapangan sebenarnya ada orangnya," ujar Husni.

Begitu pula dengan data pemilih yang dinilai tidak wajar karena tanggal lahirnya sama dalam jumlah ribuan. Nyatanya, DPT dengan tanggal lahir sama sangat mungkin, karena UU nomor 23/2006 mengatur bagi penduduk yang tidak mengetahui tanggal lahir persisnya, ditulis dengan 31 Juli dan 31 Desember. 

Menurut Husni, kasus tersebut cukup banyak terjadi pada pemilih berusia lanjut di daerah pedesaan yang tidak mengetahui tanggal lahirnya.

Artinya, lanjut Husni, jika kritikan tentang data bermasalah hanya berdasarkan analisis tanpa data faktual, maka akan sulit ditindaklanjuti. Nyatanya, selama ini saat rapat pleno penetapan DPT di tingkat kabupaten/kota dan provinsi, masukan dari parpol dan Panwaslu tidak sebanyak di KPU pusat.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement