REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Gas Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Umi Asngadah menegaskan, apabila ingin melakukan akses terbuka (open access) dibutuhkan penyesuaian perizinan. Utamanya adalah dari izin dedicated hilir menjadi izin pengangkutan gas. ''Kalau izin pengangkutan, harus dipastikan apakah pipa pengangkut gasnya boleh atau tidak digunakan,'' kata dia di Jakarta, Selasa (29/10).
Hingga kini, kata Umi, pipa-pipa yang bisa melakukan open access belum diidentifikasikan. Pihaknya masih menunggu kebijakan pemerintah.
BPH Migas, ujar dia, belum mempertimbangkan teknis dan perhitungan ekonomi penerapan open access. Pasalnya, belum ada badan hukum yang menyampaikan kepada BPH Migas ingin mengakses pipa tertentu. Namun, kalau nanti pipa gas milik PGN sepanjang lebih dari 5.000 kilometer menerapkan akses terbuka, barulah hambatan infrastruktur teratasi.
Umi menerangkan, open access tidak akan mengubah harga gas bagi rumah tangga. Alasannya, harga telah ditetapkan BPH Migas. ''Di dalam penetapan harga itu mempertimbangkan daya beli masyarakat,'' jelas dia.
Dia memastikan tidak akan ada kenaikan bagi rumah tangga. Namun, untuk industri masih harus dihitung terlebih dahulu. Persoalannya, belum ada permintaan dari badan usaha soal itu.
Menurut Umi, agar pelaksanaan open access efisien dan transparan, harus dilakukan melalui pelelangan terbuka. Pemberian insentif tidak bisa dijadikan solusi. Melalui tender terbuka akan didapat badan usaha mana yang paling efektif, dan itulah yang akan menang.