Sabtu 02 Nov 2013 10:48 WIB

Multidimensi di Balik Hijrah

Rep: c72/ Red: Damanhuri Zuhri
Kaligrafi Nama Nabi Muhammad (ilustrasi)
Foto: smileyandwest.ning.com
Kaligrafi Nama Nabi Muhammad (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,

Bekali hijrah dengan ilmu dan akidah yang kuat.

Selasa (5/11), 1434 Hijriyah akan berlalu maka bergantilah Tahun Baru Hijriyah menjadi 1435 H. Sistem kalender ini bukan sebatas penanggalan biasa.

Dahulu kala, Khalifah Umar bin Khatab memberlakukan penanggalan ini merujuk pada peristiwa hijrah Rasulullah SAW, dari Makkah ke Madinah. Ada pesan berharga di balik peristiwa itu.

Tiga aspek utama di balik hijrah, kata Ketua Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis) KH Prof Maman Abdurrahman, yakni aspek spiritual, ritual, dan sosial.

Di level spiritual, hijrah di masa Rasul merupakan sebuah peristiwa menuju peningkatan keimanan kepada Allah SWT. “Ketika itu, hijrah adalah perintah,” ujarnya.

Mematuhi perintah Allah tidak lain agar menambah derajat keimanan mereka saat itu. Selain itu, melalui hijrah, Rasul dan para sahabat ingin menunjukkan taqarrub, mendekatkan diri dari tingkat yang sudah mapan ke arah yang lebih tinggi.

Hijrah juga, kata Maman, menyempurnakan ritual ibadah umat Islam. Usai berhijrah ke Madinah, kewajiban Muslim bertambah untuk menyempurnakan Islam.

Seperti, kewajiban puasa dan berzakat fitrah saat Ramadhan serta berhaji. “Ayat terkait kewajiban tersebut turun di Madinah (Madaniyah),” katanya.

Selain menyempurnakan ibadah, hijrah juga berkaitan dengan aspek sosial. Kewajiban melaksanakan zakat bagi umat Islam berdampak pada peningkatan kesejahteraan umat karena ekonomi yang merata.

Begitu juga dengan peradaban politik, kata Maman, mulai tertata. Islam mampu membuat Piagam Madinah dengan komunitas non-Muslim di Madinah.

Perjanjian itu melarang bangsa Yahudi untuk menduduki atau bermukim di Madinah. Meskipun memang nyatanya saat ini umat Yahudi ada yang nekat diam-diam bermukim di Madinah.

Maman menegaskan, peristiwa hijrah tersebut merupakan titik tolak kemajuan Islam. Sejak peristiwa itu, Islam berkembang dan menyebar ke berbagai pelosok dunia hingga kini.

Sedangkan, dalam konteks pribadi Muslim, sambung Maman, hijrah berarti berpindah ke arah yang lebih baik dan menjauhi setiap larangan Allah SWT.

Segala perbuatan baik yang selama ini dilakukan oleh setiap Muslim harus lebih ditingkatkan. Bila masih melanggar larangan-Nya maka bersegeralah tinggalkan.

Hijrah individu itu bisa ditempuh dengan peningkatan ilmu akidah dan ibadah. Dan, jauhilah ingar-bingar kehidupan duniawi, hiduplah dalam kesederhanaan.

Lihatlah sebuah ironi. Pemimpin negara dan tak sedikit orang, justru menghamburkan uang untuk hal tak berfaedah.

Ini bertentangan dengan surah al-A’raf ayat 31. “Dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan,” kata Maman mengutip sebuah ayat. Ia mengingatkan, sifat boros itu merupakan sifat dari koloni setan.

Ini seperti penegasan surah al-Isra’ ayat 26-27.  “Dan, hijrah menuju kesederhanaan akan menyelamatkan dari kehancuran. Sebab, bermewah-mewahan berdampak pada kehancuran sebuah bangsa. Simak surah al-Israa’ ayat 16,” ujarnya menambahkan.

Hijrah, kata Ketua Pimpinan Pusat Hidayatullah KH Dr Abdul Mannan, adalah kembalinya hidup dalam kesederhanaan. Ia memandang banyak pemimpin maupun pejabat dan umat Islan pada umumnya telah terjebak dalam gaya hidup yang bermewah-mewahan.

Berbeda dengan masa Rasulullah. Memaknai hijrah dari masa dan tempat yang tidak baik ke tempat yang lebih baik. Karena berdakwah di Makkah memiliki banyak cobaan dan ujian maka Rasul dan umatnya berhijrah ke Madinah sekaligus disambut kebahagiaan oleh penduduknya.

Hijrah, kata dia, mesti dimaknai seorang Muslim saat ini dengan mengubah kehidupan yang miskin menjadi sejahtera, tidak berpendidikan menjadi berpendidikan.

Setiap individu harus mampu berhijrah dengan mengubah pemikiran menuju Islam yang integral mulai dari diri sendiri dan keluarga. “Hijrah saat ini dapat diartikan dengan mengubah nasib,” ujarnya

Soal kiat berhijrah, Mannan mengatakan, seorang Muslim harus dapat memenuhi perintah Allah SWT dan menjalani teladan Rasul. Perintah dan larangan telah tercantum jelas di dalam Alquran dan hadis. Umat Islam hanya perlu berpegang kepada dua hal itu saja.

Adapun tantangan terbesar dari kesuksesan hijrah, ia mengungkapkan, yakni kemalasan. Kemalasan hanya dapat disembuhkan dari dalam diri setiap Muslim. Bangkitkan motivasi kesadaran untuk berubah ke arah yang lebih baik.

Mulakan dari yang terkecil, seperti shalat fardu tepat waktu. Lalu, sempurnakan dengan beristikamah. Konsistensi itu bisa dipupuk dengan menjaga hasrat dan nafsu duniawi. “Tetap fokus pada kehidupan akhirat,” katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement