REPUBLIKA.CO.ID, Spiritual berperan penting sebagai benteng bagi Muslim di tengah kerasnya hidup di kota metropolitan. Karena hidup di kota metropolitan memiliki tantangan dan godaan yang begitu besar.
Ditambah lagi dengan kehidupan hedonis yang mulai merambah tidak hanya golongan atas bahkan hingga masyarakat bawah. Memiliki spritual yang tinggi dapat menjadi tameng agar kehidupan hedonis dapat dihindari.
Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Ustaz Ahmad Sudrajat mengatakan, setiap waktu yang dilalui sebisa mungkin untuk berzikir. Hal itu telah diteladankan oleh Rasulullah SAW.
Zikir merupakan salah satu cara bagi umat Muslim agar dapat membentengi diri dari hawa nafsu. Sifat hedonisme merupakan salah satu bagian dari hawa nafsu yang dimiliki setan. "Orang yang berakal berarti dia mampu mengekang hawa nafsu," ujarnya. "Alkais", demikian istilah dalam sabda Rasul yang berarti orang yang berakal karena mampu membatasi diri dari hawa nafsu.
Mengekang hawa nafsu juga menjadi bagian dari cara untuk memiliki spritual yang dapat menjadi benteng iman. Mengekang hawa nafsu dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya, tidak berlebih-lebihan dalam makan, minum, berpakaian.
Ahmad menjelaskan, cara untuk mengasah dan menjaga agar spiritual berperan sebagai banteng, ialah yang pertama selalu mengingat kematian dan kehidupan akhirat.
Nafsu pun akan terkebiri dari perbutan maksiat, mencuri, atau korupsi. Harta yang ditumpuk di dunia, tak akan menjadi penolong, selama tidak didistribusikan sebagai amal jariyah. “Amal kebaikanlah penolongnya nanti di akhirat,” katanya. Dan, bersyukurlah selalu agar terhindar dari ingkar nikmat.
Kedua, mereka selalu menyempatkan untuk berzikir. Berzikir tidak hanya selalu mengucapkan kalimat pujian terhadap Allah SWT. Tetapi, juga dengan mengucapkan syukur, bekerja sesuai dengan syariatnya tanpa menggunakan cara-cara yang haram.
Mereka juga harus dapat meluangkan waktu untuk pengajian. Karena pengajian merupakan pengingat mereka saat hal-hal buruk terlintas di pikiran mereka dalam pekerjaan. Dengan demikian tetap terjaga mencari rezeki yang halal. Ini seperti diteladankan Rasul dan para sahabatnya yang mengajarkan kesederhanaan.
Rasulullah memiliki empat sifat yang dapat ditiru oleh umatnya sebagai benteng mereka. Dalam bekerja hendaknya mereka memiliki sifat jujur, dipercaya, penyampai kebenaran, dan cerdas.
Ahmad mengakui, meskipun mereka telah mengetahui konsep ideal hadapi kerasnya metropolitan, tak jarang benteng itu pun runtuh. Hal itu dikarenakan konsepsi personaliti mereka. Kategori ini, kadang masih mencari jati diri. Perlu proses menuju tingkat spiritual yang tinggi.
Menurut Ahmad, tidak masalah jika memang mereka masih melakukan kesalahan. Namun, harus segera dengan cepat mengingat kesalahan dan memperbaiki dirinya. Solusi yang paling ampuh memang dengan dasar ajaran agama. “Konsistenlah shalat lima waktu,” ujarnya. Perkuat dengan bertasawuf dengan cakupannya yang luas, agar moralitas pun tetap terjaga.
Sementara itu, Wakil Sekjen MUI KH Tengku Zulkarnaen menekankan pentingnya umat Muslim memiliki spiritual sebagai benteng di kehidupan kota besar. Setiap orang yang bekerja dengan keras disertai dengan doa maka hasilnya haruslah tawakal.
Tengku mengingatkan, selama ini orang beranggapan bekerja dan berdoa agar sukses. Padahal, pola pikir itu tak sepenuhnya benar. Dampak dari bekerja hanya dengan tujuan sukses maka jika tidak berhasil akan stres bahkan gila. “Sebagai Muslim tawakkalah tujuannya,” tutur Tengku.
Jika nantinya memang berhasil dan sukses, lanjut Tengku, maka itu adalah nilai tambah dari kerja keras dan doa mereka. Tengok saja konsep berdagang Rasul. Usaha yang disertai doa, disempurnakan dengan berserah diri atau bertawakal.
Begitu juga sahabat Rasulullah yang sangat takut ketika mendapatkan jabatan kepemimpinan dan bersedih ketika menerimanya karena amanah yang begitu berat. Mereka akan merasa senang jika amanah jabatan itu tidak ditanggung oleh sahabatnya.
Kondisi ini, kritik Tengku, bertolak belakang dengan fenomana masyarakat sekarang. Tak sedikit yang tidak puas dengan apa yang diterima. Setelah menjabat wakil bupati ingin menjadi bupati, setelah tercapai ingin jadi gubernur, setelah itu ingin jadi DPR.
Begitu juga siaran televisi saat ini yang mengajarkan hedonisme tidak hanya bagi anak-anak, tetapi juga orang dewasa. Tidak hanya orang kaya tetapi juga orang miskin pun ingin hidup hedonis. Alih-alih mewujudkan mimpi itu, malah terjebak keputusasaan. Sehingga, banyak ditemui kasus bunuh diri dan pembunuhan. Solusi terbaik, milikilah terminal tiga jam. Shalat di sepertiga malam terakhir, shalat Subuh, Dhuha, Zhuhur, dan seterusnya.