Selasa 12 Nov 2013 10:51 WIB

Mendamba Kejujuran Pemimpin

Rep: erdy nasrul/ Red: Damanhuri Zuhri
Kampanye Berani Jujur Hebat
Foto: Antara
Kampanye Berani Jujur Hebat

REPUBLIKA.CO.ID,

Kekuasaan yang berjalan dengan kejujuran akan menghasilkan peradaban yang berkualitas.

Ketika seseorang bersifat jujur, akan disampaikannya apa pun itu meskipun pahit. Pepatah bahasa Arab menyatakan, qulil haqqa walau kaana murran yang artinya, katakanlah kebenaran walau itu pahit.

 

''Rasulullah SAW adalah suri teladan dalam berbagai hal, tidak terkecuali kejujuran,'' kata dosen Universitas Islam al-Azhar Jakarta Ustaz Ahmad Ahidin kepada Republika.

 

Kejujuran tersebut, menurutnya, ditegaskan Allah dalam sosok Rasulullah SAW yang tidak bisa membaca dan menulis. Jadi, orang-orang sekitar Rasulullah menghafal apa yang disampaikan Rasulullah SAW.

Dalam hal ini, Rasulullah SAW mendidik sahabatnya untuk berkata jujur, terutama dalam menyampaikan pesan-pesan Rasulullah kepada umatnya.

Ahidin menyayangkan, kejujuran Rasulullah SAW belum maksimal diterapkan para pemegang kekuasaan dan pelaksana pemerintahan.

Ketika hendak menjadi wakil rakyat, mereka mengumbar uang. Akhirnya, rakyat memilih mereka karena uang, bukan karena amanah, ujarnya.

Jika orang sudah tidak amanah, bagaimana bisa jujur berkata. Ketika menangani berbagai proyek pengadaan, bukannya jujur hanya untuk kepentingan rakyat, malah berkhianat dengan mengambil keuntungan pribadi.

Yang muncul kemudian, tidak jujur untuk meraih amanah sehingga tidak jujur dalam mendapatkan penghasilan.

Ahidin menyatakan, mereka yang memiliki kekuasaan harus jujur dalam setiap tindak tanduknya. Rakyat, menurutnya, harus mendapatkan informasi apa pun agar tidak salah memahami keadaan.

Kekuasaan yang berjalan dengan kejujuran akan menghasilkan peradaban yang baik. Faidahnya banyak sekali, yang jelas demi kemaslahatan umat, katanya.

Sebaliknya, jika yang dibangun adalah dusta,  yang menjadi budaya adalah kebohongan. Pemimpinnya pun akan berkhianat. Yang terjadi adalah korupsi dan kehancuran.

Yang seperti ini akan binasa, kata Ahidin. Ia menyatakan, umat Islam harus jauh dari sifat-sifat tercela seperti itu karena hanya mengakibatkan kehancuran.

Pengasuh Pondok Pesantren Assalam, Plered, Purwakarta, Ustaz Muhtar Sadili Syihabudin menyatakan, kejujuran menjadi barometer apakah seseorang bisa dipercaya atau tidak.

Ketika seseorang tidak berkata jujur maka sudah bisa dipastikan orang seperti itu tidak layak diberikan amanah. Karena, pasti khianat, ujarnya.

Orang yang tidak jujur ketika dipercaya menjadi penanggung jawab keuangan, dikhawatirkannya sirkulasi keuangan menjadi tidak jujur dan transparan.

Pengeluaran seharusnya cuma Rp 100 ribu dikatakannya Rp 1 juta, kata Muhtar. Saldo seharusnya Rp 1 juta, diklaim hanya Rp 100 ribu. Jadi, yang ada hanya bohong. Ini merugikan, ujarnya.

Ia menyatakan, banyak orang yang masih mau jujur meskipun ada saja yang senang berbohong dan berkhianat.

Namun demikian, jika dihadapkan pada pilihan apakah memilih orang yang jujur tapi miskin dan orang kaya tapi berbohong, akan lebih baik memilih yang pertama. Orang seperti itu, menurutnya, akan lebih amanah dalam menjalankan tugasnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement