JAKARTA -- Dalam sejumlah kicauan di media sosial Twitter, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengungkapkan kekecewaanya terhadap Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, karena menurutnya Abbott terlihat menganggap remeh isu penyadapan yang melanda hubungan antara kedua negara.
Hari Senin (18/11) lalu, ABC dan Guardian Australia mengungkap sejumlah dokumen yang menunjukkan bahwa Australia berusaha menyadap telepon Presiden SBY setidaknya satu kali, dan memontior panggilannya selama 15 hari pada tahun 2009.
Abbott menolak berkomentar soal tuduhan tersebut, namun Indonesia merespon secara publik, dengan cara memanggil pulang duta besar Indonesia untuk Australia dan meminta Australia menanggapi secara jujur program pengawasan elektronik yang terkait.
SBY mengungkapkan ketidaksukaannya atas tuduhan terakhir seputar isu spionase. Ia terutama menyorot komentar-komentar Abbott yang berbunyi "Pemerintah manapun mengumpulkan informasi."
Lewat akun twitternya, SBY mengatakan: "Tindakan AS & Australia sangat mencederai kemitraan strategis dgn Indonesia, sesama negara demokrasi. *SBY*"
"Saya juga menyayangkan pernyataan PM Australia yang menganggap remeh penyadapan terhadap Indonesia, tanpa rasa bersalah *SBY*"
Australia diberi waktu dua hari untuk merespon pemberitaan bahwa negara tersebut memata-matai SBY. Sementara itu, Indonesia tengah meninjau kembali kerjasama antara kedua negara tersebut dalam bidang penanganan pencari suaka.
Selain SBY, target kegiatan espionase termasuk Ibu negara Ani Yudhoyono dan beberapa pejabat penting.
Dubes Indonesia untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema mengatakan kepada media di bandara Canberra, Selasa (19/11) bahwa ia tidak tahu sampai kapan akan berada di luar Australia. Menurutnya, cara terbaik meringankan persoalan ini adalah dengan memberi penjelasan yang baik.