REPUBLIKA.CO.ID, Bismillahirrahmaanirrahiim,
Menjelang shalat Jumat, sayup-sayup suara murotal terdengar begitu merdu. Tidak hanya menari di telinga tetapi menyelusup ke dalam nafas. Dada pun mengembang bersama asa.
Langkah pertobatan terasa segar ditemani air wudhu yang menggantung dij anggut. Sungguh begitu nikmat. Sandalpun kita ajak bertasbih menemani langkah yang berzikir menuju Masjid.
Namun di tengah perjalanan tampak beberapa pemuda yang masih bersenda gurau, bermain kartu dan nongkrong. Seakan mereka tidak perduli seruan di hari Jumat. Saya mencoba mengingatkan mereka dengan isyarat. Dengan melihat mereka agak lama agar mereka melihat setidaknya sajadah yang tergantung di bahu sebagai tanda mengajak.
Namun saat itu mereka sedang larut dalam obrolannya, tawa candanya. Astaghfirullah, hari itu saya tidak kuasa untuk berbuat lebih (menyeru dengan ajakan misalnya), selain apa yang telah dilakukan. Sedih rasanya tak mampu mengajak seseorang dalam kebajikan.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jumat, bersegeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkan jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Dan apabila telah ditunaikan shalat, bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung. (QS. Al Jumu’ah, 62 : 9-11)
Ayat di atas merupakan perintah Allah untuk meninggalkan aktivitas dan bersegera untuk mengingat Allah. Ketika seseorang meninggalkannya, bahkan jika sampai disengaja maka; “Hendaklah orang-orang itu benar-benar berhenti dari meninggalkan shalat Jum'at, atau Allah benar-benar menutup rapat hati mereka, kemudian mereka benar-benar akan menjadi orang-orang yang lalai. "(Hadits shahih dalam Shahih Shahihul Jami'us Shaghir hal 142 not 5 no: 548, Muslim II: 591 no: 865, Nasa'i III: 88).
Peristiwa ini mengingatkan saya terhadap kisah kaum Nabi Musa as yaitu kisah Ash-Shabus Sabt yang terkenal. Sebagaimana dikisahkan dalam Quran surath An Nahl Ayat 124; “Sesungguhnya diwajibkan (menghormati) hari Sabtu atas orang-orang (Yahudi) yang berselisih padanya. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar akan memberi putusan di antara mereka di hari kiamat terhadap apa yang telah mereka perselisihkan itu.” Menghormati hari Sabtu itu ialah dengan jalan memperbanyak ibadah dan amalan-amalan yang saleh serta meninggalkan pekerjaan sehari-hari.
Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik.” (QS. Al A’raaf, 7 : 163)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya berpendapat, penduduk Elat merupakan sebuah desa yang berada di antara Madyan dan Ath Thur (Eltor), di dekat Teluk Aqabah dan pesisir Laut Merah. Mereka melanggar perintah Allah yang mengharamkan untuk menangkap ikan pada hari Sabtu. Pada hari-hari selain Sabtu, Allah menguji mereka dengan meniadakan ikan-ikan tersebut.
Mereka kemudian menghalalkan sesuatu yang telah diharamkan Allah, dengan melakukan segala upaya secara tersirat yang bermakna melakukan perbuatan haram. Beribadah pada hari Sabtu itu semula disetujui kaum Yahudi. Pada hari itu, mereka hanya diwajibkan melaksanakan ibadah (berzikir) dan meninggalkan perdagangan serta hal-hal yang bersifat keduniawian.
Menurut salah satu riwayat, awalnya perintah ibadah kepada umat Yahudi ini jatuh pada hari Jumat, namun mereka meminta agar pelaksanaan ibadah dipindah pada hari Sabtu. Dikarenakan ikan-ikan awalnya lebih banyak di hari Jumat. Dengan alasan mengingat pada hari Sabtu, bahwa Allah SWT selesai menciptakan makhluk-Nya. Usul tersebut diterima oleh Nabi Musa. Maka sejak saat itu, setiap hari Sabtu diselenggarakan kewajiban beribadah kepada Allah.
Dan, kegiatan ini terus berlanjut hingga datang ujian kepada mereka, yaitu banyaknya ikan di pinggir pantai, dekat kota tempat tinggal mereka. Ikan-ikan tersebut mulai bermunculan di permukaan pada hari Sabtu, dan di hari-hari lain selain Sabtu ikan-ikan tidak bermunculan. Ujian ini rupanya membuat mereka lupa untuk melaksanakan kewajibannya beribadah kepada Allah pada hari Sabtu.
Bahkan, ketika diperingatkan, mereka malah marah bahkan meminta Nabi Musa as agar pelaksanaan ibadah dipindah pada hari lain, selain Sabtu. Peringatan sudah disampaikan berkali-kali kepada mereka oleh Nabi Musa, namun mereka tak mau menuruti juga. Akhirnya, Allah mengutuk mereka menjadi kera. “Dan, sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: ‘Jadilah kamu kera yang hina’.” (QS. Al Baqarah, 2: 65 dan QS. Al A’raaf, 7: 166)
Tidak jelas, apakah bentuk rupa mereka yang diubah menjadi kera atau hati dan pikiran mereka saja. Namun yang jelas, kisah ini dikenal di kalangan mereka (khususnya pemuka agama Yahudi). Dalam ayat lain dijelaskan bahwa ada di antara mereka yang dijadikan kera dan babi (QS. Al Ma’idah, 5 : 60). Nau’dzubillah.
Kembali kepada sekelompok pemuda tadi yang masih tidak mengindahkan suara panggilan azan, apalagi di hari Jumat yang barakah. Semoga mereka segera bertobat, agar tidak mengundang murka Allah SWT.
Tidak terbayangkan jika Allah menurunkan azabnya persis seperti kisah ash-Shabus Sabt, boleh jadi seluruh kebun binatang penuh dengan kera dikarenakan banyaknya yang melalaikan shalat Jumat.
Atau sebagaimana Dari Usamah bin Zaidra dari Nabi saw. Beliau bersabda, "Barang siapa yang meninggalkan tiga kali shalat Jum'at tanpa udzur (alasan yang sah), niscaya dia tercatat dalam golongan orang-orang munafik. "(HR. Thabrani)
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” (QS. An Nisa, 4 : 145). Karena itu ayo jangan sampai tergolong menjadi orang-orang munafik, apalagi menjadi kera. Na’udzubillah.
Tidaklah lebih baik dari yang menulis ataupun yang membaca, karena yang lebih baik di sisi ALLAH adalah yang mengamalkannya.
Ustaz Erick Yusuf
Pendiri iHAQi
@erickyusuf