REPUBLIKA.CO.ID, Khai’dah Muhammad menetap di Jalan W.72nd, New York City, Broadway. Di sana, ada satu masjid dengan perpusatakaan. Ia sudah terbiasa mendengar suara Adzan.
"Suara Adzan ini yang akhirnya menyentuh jiwa saya dan membimbing saya menuju Islam," ungkap dia seperti dilansir muslimvillage.com, Jumat (29/11).
Setiap hari setelah pulang bekerja, Kha'idah selalu melewati masjid itu. Yang ia lihat, pada hari Jumat, umat Islam berkumpul. Saat itu, ia belum tahu kalau umat Islam tengah melaksanakan shalat Jumat.
Rasa penasaran mendorongnya untuk mendekati pintu masjid. Sempat dia terdiam lama, antara ragu dan tertarik. Lalu ada seorang Muslimah yang menghampirinya. "Ayo masuk," kata Muslimah itu.
Khai'dah pun masuk dan duduk. Ia dengarkan khutbah tersebut. Terdengarlah suara lantunan Alquran. "Ini adalah kunjungan saya ke masjid, masjid tertua di New York," kata dia.
Kha'idah besar dalam tradisi Katolik yang terbiasa menggunakan bahasa Spanyol, sebagai bahasa pengantar sehari-hari. Namun, Kha'idah terbiasa hidup dalam lingkungan beragam, dimana teman-temannya ada yang beragama Yahudi, Hindu, Islam, dan Ateis.
Sebenarnya, Kha'idah sempat tertarik dengan Islam. Namun, masalah poligami dan tata cara berpakaian membuatnya ragu. Tapi itu tak lama. Niatannya mencari kebenaran, membuatnya coba menghilangkan keraguan itu.
Ia mulai membaca terjemahan Alquran. Ia juga membaca khutbah terakhir Rasulullah SAW dan kehidupan Muhammad. "Saya mengerti bagaimana jiwa Muslim tersentuh iman. Ini yang membuat saya terus berjuang," kata dia.
Pada akhirnya, Kha'idah memutuskan menjadi Muslim. Satu hal yang telah dipikirkannya cukup lama. Tak lama bagi Kha'idah untuk segera memenuhi rukun Islam. Pada tahun 2007, ia memutuskan pergi haji.
"Saya percaya Al-Fatihah yang menguatkan saya untuk menyatukan hati dan pikiran untuk menerima Islam," kata dia.