Selasa 03 Dec 2013 08:55 WIB

KPU: DPT Bermasalah Tinggal 1.7 Persen

Rep: Ira Sasmita/ Red: Djibril Muhammad
 Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik (tengah) bersama komisioner KPU lainnya saat digelar Rapat Pleno Terbuka di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (23/10).    (Republika/ Tahta Aidilla)
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik (tengah) bersama komisioner KPU lainnya saat digelar Rapat Pleno Terbuka di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (23/10). (Republika/ Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik mengatakan Daftar Pemilih (DPT) bermasalah tinggal 1.7 persen dari total DPT yang telah ditetapkan pada 4 November lalu.

Meski batas waktu perbaikan sesuai rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tinggal dua hari, perbaikan hingga 100 persen akan diupayakan.

"Yang jelas data pemilih invalid tinggal 1,7 persen dari seluruh DPT. walau tidak puas, kami akan upayakan lagi untuk tekan angka itu, kalau bisa 100 persen tuntas," kata Husni, Selasa (3/12).

Untuk mengupayakan validasi hingga 100 persen, hari ini KPU, Bawaslu, dan Kemendagri akan melaksanakan rapat koordinasikan untuk mempercepat perbaikan DPT.

Meski masih menyisakan 1.7 persen DPT invalid, menurut Husni, capaian tersebut lebih baik dibanding pemilu sebelumnya. Bahkan ia mengklaim perkembangan validasi DPT lebih baik ketimbang data pemilu di luar negeri.

Secara khusus, perbaikan DPT difokuskan KPU dibantu Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri terhadap 10.4 juta data yang Nomor Induk Kependudukan (NIK)-nya bermasalah. Hingga kemarin, sekitar 60-65 persen NIK invalid dapat diperbaiki, namun 35-40 persen sulit diperbaiki.

Menurut Husni, 40 persen DPT yang dinyatakan NIK-nya belum sesuai dengan lima variabel sesuai UU Pemilu itu sulit diperbaiki karena beberapa alasan.

Pertama, KPU sulit mendapatkan NIK pemilih yang berada di lembaga pemsyarakatan/ rutan. Lantaran pemilih tidak membawa dokumen kependudukan dan manajemen rutan tidak mampu memberikan informasi NIK saat dilakukan verifikasi. Jumlah pemilih di rutan diperkirakan 5 hingga 7 persen dari pemilih dengan NIK tidak valid.

Masalah kedua, Husni melanjutkan, pemilih pemula yang belum memiliki KTP yang sedang belajar. Misalnya pelajar di pesantren, asrama mahasiswa, maupun seminari di luar kota. Jumlahnya mencapai 3-5 persen dari pemilih NIK invalid.

Masalah selanjutnya, di lapangan KPU menemukan cukup banyak pemilih yang tidak memiloiki identitas kependudukan. "Mereka tidak punya identitas sama sekali, baik KTP maupun KK (Kartu Keluarga). Mayoritas pemilih ini ditemukan di wilayah grey area, jumlahnya 10 persen dari pemilih NIK invalid," ujar Husni.

Pemilih dengan NIK invalid yang sulit diperbaiki juga ditemukan KPU dalam bentuk kasus pemilih dengan KTP/ KK format lama. Sejak awal, pemilih tersebut masih menggunakan identitas kependudukan model lama yang tidak memenuhi standar nasional.

Jumlah pemilih dengan kasus ini mencapai 10 persen dari NIK invalid. "Bahkan dalam e-KTP masih ditemukan NIK dengan digit di nelakang nol semua," kata Husni menjelaskan.

Hambatan lainnya yang ditemui KPU, dalam verififkasi ulang terhadap pemilih dengan NIK invalid, KPU kesulitan menemui pemilih tersebut. Tingginya mobilitas penduduk menyebabkan banyak di antara mereka sulit ditemui petugas KPU di alamat sesuai domisili yang tercantum di KTP/ KK.

Meski sulit untuk diperbaiki, menurut Husni, hampir 40 persen pemilih dengan NIK invalid itu telah dibuatkan oleh KPU berita acaranya. Yang diketahui dan diteken oleh petugas pemungutan suara (PPS) dan petugas RT/ RW setempat. Bagi pemilih yang mendiami lapas, juga disertakan surat keterangan dari kepala lapas.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement