Kamis 05 Dec 2013 17:03 WIB

Terkait Pemilu, KPI Tegur Enam Stasiun Televisi

Rep: Ira Sasmita/ Red: Mansyur Faqih
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)
Foto: kpi
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menegur dan memperingatkan enam stasiun televisi yang dinilai tidak proporsional dalam menyiarkan politik terkait pemilu 2014. Enam lembaga penyiaran itu terdiri dari RCTI, MNC TV, Global TV, ANTV, TV One, dan Metro TV.

"Enam lembaga penyiaran itu kami nilai tidak proporsional dalam penyiaran politik. Termasuk di dalamnya terdapat iklan politik yang menurut KPI mengandung unsur kampanye," kata Ketua KPI, Judhariksawan di Jakarta, Kamis (5/12).

Enam stasiun televisi tersebut dinilai melanggar berdasarkan pengamatan melalui tiga aspek. Yakni dari unsur pemberitaan, penyiaran, dan iklan politik. Dalam mengawal pelaksanaan pemilu 2014, KPI pada 30 September 2013 telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh lembaga penyiaran. 

KPI meminta stasiun televisi menjaga netralitas dan tidak menggunakan frekuensi untuk kepentingan golongan tertentu. Apalagi pemilik beberapa stasiun televisi di Indonesia diketahui berafiliasi dengan partai politik.

Menurut Judhariksawan, bentuk pelanggaran yang dilakukan enam stasiun televisi tersebut bervariasi. Melalui pemberitaan, iklan politik, dan program acara. Stasiun televisi tersebut menayangkan ketiga unsur tersebut yang memuat kepentingan pemilik media yang berafiliasi dengan partai politik. Ketimbang iklan atau pemberitaan tentang partai politik yang lainnya.

"Namun lembaga penyiaran yang pemiliknya berafisilasi dengan partai politik mayoritas lebih banyak melakukan pelanggaran dibanding lembaga penyiaran lain. Ada proporsional yang tidak proporsi," ujarnya.

Misalnya, iklan tokoh calon presiden yang ditayangkan oleh beberapa stasiun televisi. Meski sebenarnya iklan capres tersebut tidak melanggar, namun dalam materi iklan tersebut menampilkan nama, gambar, dan nomor urut partai politik. Serta tagline yang sifatnya mengajak, dan cenderung menunjukkan sisi partai.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement