REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII dari Fraksi Partai Golkar Bobby Adhityo Rizaldi mengatakan, pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dari Nippon Asahan Aluminium Ltd (NAA) harus menjadi pelajaran bagi pemerintah Republik Indonesia.
"Pengalaman dari pengambialihan PT Inalum ini harus jadi pelajaran bagi pemerintah untuk pengambilalihan perusahaan-perusahaan strategis lainnya bila masa kontraknya sudah selesai," kata Bobby Adhityo Rizaldi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia sudah mampu mengelola sendiri tanpa harus bergantung kepada pihak asing.
Ia juga mengemukakan, tuntasnya pengambilalihan Inalum harus jadi pelajaran dan modal untuk digunakan sebagai upaya yang sama pada masa mendatang.
"Kami mengapresiasi upaya pemerintah, terutama Kementerian Perindustrian yang menuntaskan proses pengambilalihan ini, termasuk negosiasi harga dan pengambialihan saham yang secara resmi menjadi milik Indonesia pada 19 Desember 2013," katanya.
Sebagaimana diberitakan, Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, pemerintah Indonesia dan Jepang telah mencapai kata sepakat terkait nilai kompensasi pengambilalihan PT Inalum sebesar 556,7 juta dolar AS atau sekitar Rp5,56 triliun.
Setelah "termination agreement" (kesepakatan penghentian) ditandatangani, dilanjutkan dengan pengambilalihan saham Inalum yang membutuhkan waktu sekitar 10 hari untuk prosesnya.
Seperti diketahui, berdasarkan perjanjian RI-Jepang pada 7 Juli 1975, kontrak kerjasama pengelolaan Inalum berakhir 31 Oktober 2013.
Selama ini, komposisi pemilikan saham PT Inalum adalah 41,13% saham oleh pemerintah Indonesia, dan 58,87% saham oleh Jepang.
Saham Jepang tersebut dikelola oleh konsorsium Nippon Asahan Aluminium (NAA) yang terdiri dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC) yang mewakili pemerintah Jepang dengan porsi 50 persen dan sisanya milik 12 perusahaan swasta negeri Sakura itu.
Sebelumnya, Komisi XI DPR RI menyetujui proses pencairan dana untuk pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dari Nippon Asahan Aluminium Ltd (NAA) yang telah disepakati senilai 556,7 juta dolar AS.
"Kami menyepakati nilai pengambilalihan Inalum untuk besaran 556,7 juta dolar AS, sebagaimana diusulkan pemerintah," kata Ketua Komisi XI DPR RI Olly Dondokambey dalam rapat kerja dengan pemerintah di Jakarta, Selasa (4/12).
Olly menambahkan Komisi XI DPR RI memberikan persetujuan karena nilai kesepakatan tersebut lebih rendah dari nilai audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan per 31 Oktober 2013 yaitu sebesar 578 juta-580 juta dolar AS.