REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan tentang seragam dinas polisi telah dimuat dalam Keputusan Kapolri Nomor Pol: Skep/702/IX/2005. Tidak ada poin yang mengatur penggunaan jilbab oleh polisi wanita (Polwan) dalam keputusan tersebut.
Tokoh adat Kalimantan Barat sekaligus pengamat hukum Syarif Abdullah Alkadrie berpendapat penggunaan jilbab oleh polwan merupakan bentuk negara dalam menjalankan konstitusinya. ''Penggunaan jilbab wujud pelaksaan UUD pasal 29,'' kata Syarif ke Republika, Jumat (6/12).
Menyoal tidak tersedianya anggaran untuk pakaian dinas bejilbab adalah bentuk ketidaksiapan Polri dalam menjalankan konstitusi negara. ''Polri tidak mengajukan anggaran pakaian dinas berjilbab tahun ini, mungkin karena beberapa pertimbangan. Izin yang diberikan Kapolri untuk memakai hijab adalah langkah yang baik,'' ujar Syarif.
Sementara itu, Eva Yuliana selaku tokoh muslimah Nahdlatul Ulama (NU) berpendapat keanekaragaman agama di Indonesia harus dipayungi oleh negara.
''Negara seharusnya menuangkan peraturan untuk menghormati hak dan keyakinan warganya dan izin penggunaan hijab merupakan wujud penghormatan hak polwan muslimah dan seharusnya dari dulu internal kepolisian sudah mengatur hak itu,'' paparnya.
Terkait pengadaan anggaran dana pakaian dinas berjilbab, Lisdawaty Iskandar yang juga ulama dan tokoh NU serta praktisi partai NasDem menambahkan hak setiap wanita untuk menggunakan jilbab, apalagi untuk para wanita muslimah.
''Kalau memang berniat berjilbab, pakai saja tanpa harus menunggu dana turun. Jangan takut, semua muslimah di Indonesia ada dibelakang para polwan yang ingin berjilbab,'' kata Lisdawaty.